Beberapa pasal yang tertuang dalam Permendikbudristek RI No 30 tersebut mengadopsi paradigma dari negara luar yakni paradigma “sexual-consent” yang bertumpu pada sebuah aktifitas seksual “tanpa atau persetujuan dari para pihak”.
Dalam pasal itu disebutkan, selama tidak ada pemaksaan, selama telah berusia dewasa, dan selama ada persetujuan, maka aktifitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah.
Termasuk perilaku yang dianggap tidak bermasalah adalah persetujuan untuk membuka pakaian seseorang, mengusap dan meraba seseorang, membuat konten video porno, hingga melakukan transaksi dan aktifitas seksual.
Menurut Wanita PUI, pasal-pasal itu bertentangan dengan moralitas berbasis Pancasila dan agama, dan paradigma selama ada “persetujuan dari para pihak” juga berpotensi mendorong berkembangnya sex bebas dan LGBT.












