Oleh : Ahmad Rusdiana
(Guru Besar UIN SGD Bandung)
Dua hari yang lalu, tepatnya Hari Selasa 14 Pebruari 2024, kita sudah melewati berbagai tahapan pemilihan umum (Pemilu) di tahun ini. Yang terakhir, kita sudah berpartisipasi aktif dengan menggunakan hak pilih kita kepada calon presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD. Harapannya, lahir pemimpin bangsa dan legislator yang benar-benar amanah, mengayomi rakyatnya, dan menebar kecintaan kepada semua warga Indonesia. Pilihan kita tentu tidak bisa seragam. Inilah demokrasi kita yang memberikan kepada semua warga Indonesia kebebasan yang mutlak dalam memilih calon pemimpin. Kita tidak bisa dipaksa pihak lain untuk memilih calon-calon tertentu. Demokrasi mengajak kita untuk memilih calon pemimpin, calon legislatif sesuai hati nurani dan preferensi yang didasarkan pada program yang ditawarkan, rekam jejak, integritas, dan lain sebagainya.
Berbagai dinamika di tahun politik sudah kita saksikan bersama, dan alhamdulillah dapat kita lalui. Rakyat Indonesia sudah menunaikan hak pilihnya masing-masing. Para simpatisan, pendukung, tim sukses sudah bekerja maksimal. Kini saatnya berdoa dan bertawakal kepada Allah swt. Apapun hasilnya, bila semua tahapan dilalui dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku, kita harus terima. Di sinilah sikap kedewasaan kita kemudian diuji, kita harus legowo bila calon yang kita pilih belum ditakdirkan menjadi pemimpin saat ini. Kita juga harus ikhlas dan menjauhi sikap-sikap yang tak pantas. Saatnya kita menyatu kembali. Dalam konteks kebangsaan, kita adalah satu dan menyatu dalam satu negara, yaitu Indonesia. Kepentingan kita adalah menjaga negeri ini tetap utuh. Dan keutuhan tersebut dapat diwujudkan oleh rakyatnya yang selalu mencintai persatuan, mencintai perdamaian, dan mencintai persaudaraan.
Terkait pentingnya persatuan ini, Allah swt telah berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara.” (QS Ali ‘Imran [3]: 103).
Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib menyatakan para ulama ahli tafsir memiliki pandangan yang berbeda-beda perihal maksud dari hablillah (agama Allah). dalam ayat di atas:
Yang Pertama, hablillah (agama Allah), memiliki arti taat atas segala perintah dan menjauhi larangan. Perintah membangun dan mempertahankan persatuan merupakan kewajiban kita semua yang tidak boleh dilalaikan. Semua media atau perantara penting yang bisa menjadi pendukung terciptanya persatuan harus kita lakukan. Salah satunya adalah dengan menumbuhkan sifat saling menghargai, mengakui keragaman, dan tidak saling menyalahkan antar yang satu dengan yang lainnya, meskipun kita beda pilihan politiknya. Allah swt juga telah melarang kita melakukan tindakan-tindakan dan semua ucapan yang merusak persatuan. Semua itu harus kita hindari. Bahkan, Allah swt mengancam dengan azab yang sangat berat kepada orang-orang yang merusak persatuan ini, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS Ali ‘Imran [3]: 105).
Yang Kedua, hablillah (agama Allah), ada yang mengartikan dengan bertaubat kepada Allah. Taubat dari dosa yang dilakukan oleh seorang mu’min. Barangkali selama proses kampanye kemaren, kita menyaksikan saling kritik antar masing-masing kandidat dan para pendukungnya. Dalam acara debat Capres atau Cawapres yang sudah berlangsung beberapa kali, kita dapat menyaksikan bagaimana pada momen tertentu, Capres dan Cawapres saling kritik satu sama lainnya. Begitu pula tim sukses, program televisi dan media sosial kerapkali menampilkan perdebatan masing-masing pendukung untuk menunjukkan kelebihan calon yang didukungnya. waktu, suasana kampanye kemaren telah saling mencacaci menyudutkan dan sejenisnya, dan saat itu mereka sedang berusaha mengambil simpati, menuju keridhaan Allah SWT., adalah kewajiban agama.
Di antara perintah yang paling tegas untuk melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT: Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,……..” (QS. At Tahrim: [66]: 8).
Yang Ketiga, hablillah (agama Allah), ulama manafsirkan perihal spirit persatuan antar umat, dan pendapat yang terakhir itu merupakan pandangan yang paling kuat dari penafsiran lainnya. Persatuan sangat memiliki dampak positif di antara kita semua. Teladan Rasulullah dalam mengajak untuk bersatu ini terus dilanjutkan oleh para sahabat setelah ia wafat. Para sahabat selalu berupaya untuk terus mempertahankan persatuan yang telah diwariskan oleh baginda nabi. Di antara contohnya adalah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud sebagaimana diceritakan dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir, bahwa dalam suatu kesempatan, ia berkhutbah di hadapan para sahabat yang lainnya untuk terus memperjuangkan persatuan dan kesatuan. Ia mengatakan: “Abdullah bin Mas’ud telah berkhutbah kepada kami di suatu hari, dengan khutbah yang tidak pernah disampaikan sebelumnya atau sesudahnya. Ia berkata: Wahai manusia! Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan berpegangteguhlah dengan ketaatan dan persatuan, karena persatuan itu adalah tali Allah yang telah Dia perintahkan. Sungguh, apa yang dibenci dalam ketaatan dan persatuan, lebih baik dari apa yang disenangi dalam perpecahan.”
Dengan demikian, membangun, mempertahankan dan merperkuat persatuan merupakan kewajiban kita semua yang tidak boleh dilalaikan. Semua media atau perantara penting yang bisa menjadi pendukung terciptanya persatuan harus kita lakukan. Salah satunya adalah dengan menumbuhkan sifat saling menghargai, mengakui keragaman, dan tidak saling menyalahkan antar yang satu dengan yang lainnya, meskipun kita beda pilihan politiknya.
Hiruk-pikuk Tahun politik sudah kita lewati. Saatnya kita bersatu lagi. Ikhtiar agar selalu merajut persatuan juga diajarkan Rasulullah saw. Nabi Muhammad adalah sosok yang sangat berjuang untuk menciptakan persatuan sejak masa awal kenabiannya. Beliau tidak henti-hentinya mengajak para sahabat untuk terus bersatu menghindari perpecahan di saat khutbah. Dan, salah satu buktinya adalah keberhasilan nabi dalam mempersatukan dua sahabat, yaitu sahabat Anshor dan Muhajir, hingga tercipta sahabat yang solid dan saling bahu membahu antar keduanya. Perjalanan bangsa Indonesia ke depan masih panjang. Jangan sampai perdamaian dan persaudaran yang sudah dipupuk sejak lama rusak karena urusan politik lima tahunan. Sebab itu, sebagai seorang muslim kita mesti menjadi juru damai. Kalau ada saudara kita yang bertengkar karena pilihan politik, mari kita damaikan dan kita satukan. Semoga dengan persatuan itu, Allah menurunkan rahmat-Nya kepada seluruh bangsa Indonesia. Amiin YRA.