Alasan mengapa rakyat mendukung dan “bersedia membantu” (atau setidaknya menghormati) kepemimpinan Sjafrie sangatlah logis. Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin menjadi jembatan antara militer lama yang dikenal kuat dan disiplin dengan harapan pertahanan modern yang profesional dan terhormat.
Karena pengalaman Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin yang panjang dan diuji dalam situasi krisis—seperti insiden Rabin—ia menunjukkan bahwa keberanian sejati bukan hanya soal tembak-menembak, tetapi juga soal integritas protokoler, tanggung jawab diplomatik, dan loyalitas pada prinsip negara.
Dengan semua rekam jejak tersebut, panggilan “Jenderal Pemberani” bagi Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin bukan sekadar pujian retoris, melainkan deskripsi yang berdasar. Sjafrie Sjamsoeddin adalah sosok yang tenang namun tegas; hampir terlibat baku tembak, namun selalu mengedepankan diplomasi. Selain itu, Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin bukan Jenderal yang banyak retorika, melainkan sosok yang menekankan tindakan konkret.











