Seperti halnya suatu simphony, perjalanan hidup Kolonel CAJ Eko Waluyo Setyantoro penuh dinamika dan irama tak ubahnya bak musik orchestra. Kadang iramanya rendah, kadang datar, kadang begitu tinggi menggema.
Semua irama itu menghasilkan nada komposisi yang selaras pada suatu karya. Karya yang orang tak menyangka, karya yang tak semua orang bisa. Begitu agung dan mempesona. Itu terjadi karena bertemunya mimpi dan seni dalam dada Sang Kolonel yang begitu menggelora.
Tampil sebagai pemrakarsa dan berkharisma, maka lahirlah bukan saja suatu mahakarya tapi juga warisan berharga. Yaitu generasi prajurit tangguh berseni dan bermusik yang disebut orchestra.
Memang perjalanan hidup Sang Kolonel yang sekarang berdinas di Direktorat Ajudan Jenderal TNI AD (Ditajenad) sebagai Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Administrasi Personel Prajurit atau Kasubditbinminperspra, dalam kesehariannya begitu melekat dengan team orchestra yang bernama Kartika Simphony Orchestra.
Belum lama ini pada pertengahan Oktober (15 – 23 Oktober 2022) sebanyak 30 personel Kartika Simphony Orchestra Ditajenad yang tergabung dalam Tim Kartika Military Band, diundang oleh Pemerintah Korea Selatan untuk tampil di Gyeryong World Military Culture Expo.
Gyeryong World Military Culture Expo adalah event bergengsi yang diadakan di kota Gyeryong Korea Selatan diikuti oleh 9 negara yaitu Mongolia, Inggris, Perancis, Amerika, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Thailand dan tuan rumah Korea Selatan.
Di event ini angkatan bersenjata 9 negara itu dengan tim orchestranya berparade sepanjang 4 kilometer dengan kostum warna warni, tarian dan nyanyian diiringi musik orchestra yang membahana.
Tampil selama 8 hari di Gyeryong dengan suhu antara 10 – 12 derajat Celcius, 30 Personel Kartika Military Band, menurut Mayor CAJ Anton Indra, sang konduktor, teamnya bisa tampil prima dan berhasil memukau masyarakat Korea dan penonton yang berasal dari berbagai negara.
“Kami bangga karena bisa mewakili TNI, mewakili bangsa Indonesia walau baru perdana tampil di ajang internasional tapi mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat internasional”, ujar Anton dengan nada haru.
Kami tim semuanya 30 orang, lanjut Anton, terdiri atas 4 orang perwira, 24 bintara dan 2 tamtama. Selama berada di Korea Selatan sesuai pesan Panglima dan pimpinan kami selalu menjaga nama baik Indonesia serta selalu menjalin pertemanan dengan peserta lain.
“Kami juga harus menahan dingin sampai tangan kaku karena peniup fluit tidak mengggunakan sarung tangan. Untungnya cuma 15 menit main”, timpal Lettu Intan satu dari 5 pemain perempuan yang ikut ke Korsel dengan mata berbinar.
Kartika Simphony Orchestra sendiri sebelum tampil di Korea, sudah banjir job di tanah air. Undangan untuk tampil menyambut tamu-tamu negara, mulai atase pertahanan, dubes atau pejabat militer negara sahabat. Bahkan Orchestra Simphony juga sudah mengiringi artis dan penyanyi terkenal seperti Judika, Harvey Malaiholo, Tri Utami, Raisya, Isyana, dlsb.
Di tengah banyaknya apresiasi itu, ada seorang perwira menengah yang begitu hening penuh kebanggaan memandang 30 tim personel Kartika Simphony Orchestra. Pikirannya melambung ke masa lalu. Bibirnya bergetar dan tak habis-habisnya mengucap rasa syukur.
Laporan anak buahnya yang bercerita di ruangannya, dari awal perjalanan, perbekalan, sampai sambutan luar biasa masyarakat Korea dan negara-negara sahabat, membuat pikiran pamen itu kian mengembara ke masa lalu. Masa penuh kepahitan dan perjuangan tim Kartika Simphony Orchestra binaannya.
Baca Juga : Nelayan Misterius Menolong Eko Ketika Cari Bantuan Logistik
Pamen itu, tak lain dialah Kolonel Eko Waluyo Setyantoro, orang yang terus membina, merawat dan membesarkan Kartika Simphony Orchestra sehingga sekarang bisa tampil di ajang internasional.
Mata ayah 3 orang anak itu kadang terpejam berkisah Orchestra Simphonynya. Betapa dulu keberadaan team orchestranya diremehkan penyanyi senior tekenal yang tak mau diiringi Orchestra Simphony.
Seorang Judika juga sempat tak percaya apa betul itu personel pemain orchestranya tentara semua.
“Itu betul pemainnya tentara semua”, tanya Judika setengah tak percaya.
Namun Mayor Anton Indra mudah saja menjawab keraguan Judika dengan hanya memanggil seorang pemain yang langsung bangkit dengan cepat dan menjawab: “Siap!”
Melihat itu, Judika jadi percaya kalau personel Kartika Simphony Orchestra yang konduktornya Mayor Anton Indra benar prajurit TNI AD semua. Judika pun berdecak kagum.
Tapi kata Eko, jangankan Judika, Menhan Prabowo sendiri tidak tahu kalau TNI AD punya tim Orchestra yang hebat dan profesional.
“Kok Saya baru tahu TNI AD punya ..”, jelas Anton berkisah di depan Eko menirukan gaya bicara Prabowo yang terheran – heran dan ikut merasa bangga.
Dengan mata menerawang, Eko pun lanjut bercerita, dulu Kartika Simphony Orchestsra, begitu terseok-seok. Ketiadaan alat musik, minimnya personel, ketiadan dana, tidak punya angkutan, waktu latihan yang begitu menguras tenaga karena berlatih sambil dinas. Semua personel berlatih seakan sia-sia. Buang waktu, tenaga dan uang saja.
Sang kolonel mengerti benar apa yang dirasakan anak buahnya. Wajar dan manusiawi bila anggotanya mulai uring-uringan.
“Sudah latihan berat, mau tampil kita susah dan menderita. Menawar-nawarkan diri ke berbagai pihak agar kita bisa tampil. Sekali ada job tampil di Jakarta, kita patungan pesan Bus Damri untuk berangkat. Tidur menggeletak di pelataran gedung. Sudah begitu pulang menahan kantuk berat, dengan membawa uang tak seberapa alias tekor. Sesampainya di Bandung paginya kami tugas jaga. Benar-benar berat perjuangan kami. Kalau orang sipil yakin tak kan kuat hidup abnormal seperti itu”, tandas perwira lulusan AKABRI 1987 ini.
Saat putus asa sudah mencapai ubun-ubun dan tim nyaris bubar, hidup tidak normal penuh kelelahan. Bekerja keras pagi sore hingga malam, walau dirinya juga merasakan frustasi yang sama dengan anggota, namun sebagai seorang pimpinan, Kolonel Eko terus memompa semangat anggotanya untuk tidak berhenti. Bahkan ia tak sayang mengeluarkan kocek dari sakunya sendiri dan juga anggota lainnya. Bahu-membahu, sedih senang ditanggung bersama.
Berbagai pengalaman pahit yang begitu getir yang pernah ia alami saat bertugas di Operasi Seroja dan berbagai tugas yang berhasil ia emban dengan baik dan sukses, terpuruknya kondisi tim Orchestra membuat Sang Kolonel tambah energi untuk terus bekerja dan memompa semangat anggotanya. Akhirnya terwujudlah sebuah tim yang solid yang siap jiwa raganya dipersembahkan untuk Kartika Simphony Orchestra.
“Tak ada lagi frustasi, kita lawan rasa putus asa, Kita tak boleh berhenti atau bubar. Kita terus berlatih dan berlatih tanpa henti. Biar kita dapat uang sedikit atau tekor, yang penting kita bisa tampil di berbagai acara yang akhirnya tim Kartika Simphony Orchestra bisa dikenal baik oleh intern TNI maupun masyarakat umum”, perintah Eko memompa semangat anggotanya.
Dan benar saja, seiring dengan berjalannya waktu, Sang Kolonel yang intuitif dan piawai menguasai pendekatan terotorial melalui musik ini pun, perlahan namun pasti mulai merasakan hasilnya.
Permintaan pertunjukan menghibur tamu-tamu negara mulai berdatangan, pertunjukan konser terbuka maupun di stasiun TV pun makin terbuka lebar bahkan penampilan untuk penutupan Asian Games pun meminta penampilan Kartika Simphony Orchestra.
2 bus besar yang siap angkut tim bila ada permintaan pertunjukan pun sudah siap stand by hadiah pemberian dari mantan Panglima Jendrral TNI ( Pur) Gatot Nurmantyo. Kini anggotanya mulai tersenyum. Awan mendung terkikis mentari yang bersinar.
Benar pepatah yang mengatakan kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Perjuangan akan membuahkan hasil.Latihan keras yang rutin dan giat melahirkan Simphony yang indah dan selaras.
Populatitas pemain Kartika Simphony Orchestra pun mulai meroket. Keberadaan grup musik Kartika Simphony Orchestra di bawah Direktorat Ajudan Jenderal ini kini sudah amat diperhitungkan bahkan sudah disejajarkan dengan orchestranya Adi MS.
Yang terakhir prestasinya adalah sudah go internasional tampil di Korsel yang menuai sukses karena penampilan yang atraktif, kostum yang tidak monoton yang menggunakan baju daerah nusantara serta keramahan para personelnya yang mencerminkan ciri khas budaya bangsa.
Terakhir, pesan Sang Kolonel, jangan jumawa dengan segala kesuksesan. Tetap seperti biasa sederhana, berlatih, melaksanakan tugas dengan baik demi instintusi TNI dan demi bangsa dan negara.
Dan itulah keberhasilan seorang Kolonel CAJ Eko Waluyo Setyantoro yang diwariskan ke penerusnya yang terlihat tiada kesombongan walau sudah tenar. Tetap sebagi seorang prajurit sejati. Bekerja sesuai perannya masing-masing sesuai organisasi dan institusinya dengan baik tanpa pamrih hasilnya pikiran akan tenang. Sebaliknya, bila sudah pamrih, kelak kecewa yang didapat. ***