KAB. BANDUNG || bedanews.com — Dari beberapa sumber bedanews.com memperoleh keterangan, bahwa dalam dunia politik Indonesia, peilaku serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin legislatif dan eksekutif dari Partai politik dan independent calon.
Ada penjelasan, kalau serangan fajar pada umumnya menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan kerap terjadi menjelang pelaksanaan pemilihan umum, kepala daerah.
Bentuk politik uang yang dilakukan adalah dengan cara membagi-bagikan uang menjelang hari pemungutan suara dengan tujuan agar masyarakat memilih partai atau kader tertentu.
Keterangan lainnya memaparkan, behwa serangan fajar merupakan istilah populer dari politik uang. Berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.
Bisa juga dalam bentuk lain seperti paket sembako, voucer pulsa, voucer bensin, atau bentuk fasilitas lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan sesuai dengan Pasal 30 ayat 2 dan 6 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2018.
Aturan mengenai bahan kampanye yang diperbolehkan oleh KPU dan bukan termasuk dalam serangan fajar dijelaskan secara rinci pada Pasal 30 ayat 2 yang berbunyi: Bahan kampanye dalam bentuk selebaran/flyer, brosur/leaflet, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, dan atau alat tulis.
Adapun pada ayat 6 yang berbunyi: Setiap bahan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp60.000,-.
Sementara dari sumber lainnya dikatakan, mengenai pemimpin menurut dalam Islam, bahwa memilih pemimpin adalah kewajiban, bukan hak, karena Allah menyuruh orang-orang mukmin untuk melakukannya. Pemimpin yang baik dalam Islam memiliki sifat-sifat berikut: Sidiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), Fathonah (cerdas).
Pemimpin dalam Islam juga harus memiliki visi yang jelas, memahami dan memenuhi tuntutan sosial, serta memperhatikan aspek moral dan agama.
Teori politik Islam menyebutkan bahwa pemimpin harus dipilih oleh rakyat, tunduk pada syariah, dan berkomitmen untuk mempraktekkan “syura”.
Berikut adalah beberapa kriteria dan sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam Islam:
1. Sifat, Pemimpin yang baik harus memiliki sifat Siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas).
2. Visi, Pemimpin harus memiliki visi yang jelas.
3. Sikap, Pemilih pemimpin harus ikhlas menjalankan amanah kepemimpinan, dengan mengharap keridhaan Allah SWT semata.
4. Musyawarah, sebagai metode terbaik untuk mencapai keputusan umat.
Penegasannya dalam Al-Qur’an, kriteria pemimpin yang disebutkan adalah adil, amanah, dan kuat. Semoga kita semua bisa memilih yang terbaik untuk masa depan yang lebih baik dan bisa sejahtera.***