Apabila mendengar nama Cibaduyut, pikiran kita akan melayang pada produk sepatu. Itu memang benar. Kawasan Cibaduyut merupakan sentra industri sepatu yang terkenal di Kota Bandung. Begitu masyhurnya sehingga banyak yang mengidentikkan produk sepatu di Indonesia berasal dari Cibaduyut.
Berkat ketenaran Cibaduyut pula Kota Bandung mengukuhkan diri sebagai kota wisata belanja. Setiap harinya, Cibaduyut dikunjungi banyak wisatawan dari berbagai kota di tanah air. Tidak sedikit wisatawan asing yang menyempatkan diri berbelanja di Cibaduyut. Pendek kata denyut nadi perekonomian di kawasan ini tak pernah mati.
Musium Record Indonesia (MURI) bahkan sempat menganugerahkan Cibaduyut sebagai kawasan terpanjang khusus sentra industri sepatu. Penghargaan MURI ini rasanya tidak berlebihan karena di jalan sepanjang lebih kurang 2 kilometer ini berjajar toko maupun industri penghasil sepatu. Warga sekitar pun menggantungkan hidupnya dari industri alas kaki ini.
Perjalanan kawasan Cibaduyut hingga dikenal sekarang sebagai kawasan sentra industry sepatu Cibaduyut, menurut beberapa cerita berawal sekitar tahun 1920, dimana beberapa orang warga setempat yang kesehariannya bekerja pada sebuah pabrik sepatu di kota Bandung, setelah memiliki keterampilan dalam membuat sepatu, mereka berhenti sebagai pekerja. Mereka memulai membuka usaha membuat dan menjual produk alas kaki secara kecil-kecilan di lingkungan rumah dengan melibatkan anggota keluarganya sebagai tenaga kerja.
Seiring semakin berkembangnya pesanan, perajin mulai merekrut pekerja yang berasal dari warga sekitarnya, sehingga keterampilan dalam membuat alas kaki ini menyebar dan ditularkan dalam lingkungan keluarga dan warga masyarakat sekitarnya.
Menurut informasi dari para tokoh pengusaha alas kaki Cibaduyut bahwa sebelum penjajahan Jepang tahun 1940 telah berkembang sejumlah pengrajin sepatu di Cibaduyut sebanyak 89 orang. Hal ini tidak terlepas dengan semakin meningkatnya pesanan, karena dinilai produk sepatu Cibaduyut memiliki kualitas yang sangat baik memenuhi selera konsumen pada masa itu.
Bahkan, setelah negara Indonesia merdeka pada tahun 1950-an jumlah unit usaha alas kaki berkembang menjadi 250 unit usaha. Dengan jumlah unit usaha yang besar inilah daerah Cibaduyut mulai dikenal sebagai sentra produksi alas kaki.
Sekitar tahun 1978 pemerintah pusat melalui departemen Perindustrian bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) saat itu melakukan pengkajian dalam rangka bimbingan dan Pengembanga sentra sepatu Cibaduyut. Hasil kajian tersebut merekomendasikan dibangunnya pusat pelayanan fasilitasi pembinaan atau dengan sebutan Center Service Facility (CSF) dan lebih dikenal masyarakat pengusaha sepatu dengan sepatu Unit Pelayanan Teknis (UPT) barang kulit.
Pada sekitar tahun 1980-an dengan digulirkan proyek BIPIK dari departemen perindustrian berbagai fasilitas bantuan sarana dan prasarana kepada UPT persepatuan di Cibaduyut berupa pembangunan fasilitas gedung, mesin dan peralatan serta program pelatihan untuk mengembangkan pengrajin sepatu Cibaduyut.
Namun sayang, lain dulu lain sekarang. Masa kejayaan Cibaduyut di awal tahun 1990-an sedikit demi sedikit mulai memudar. Ketika badai krisis ekonomi berembus kencang di negeri ini tahun 1997, sentra industri sepatu Cibaduyut ikut jadi korbannya. Krisis ekonomi yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar ternyata berimbas kepada para perajin sepatu. Melorotnya kurs rupiah membuat harga bahan baku seperti kulit kambing, kulit sapi, serta kulit imitasi melonjak drastis. Akibatnya perajin tak mampu membelinya.
Akhirnya, perajin tidak bisa memproduksi sepatu lagi sesuai pesanan. Lambat laun satu per satu perajin berguguran. Padahal perajin bukan hanya ada di tepi jalan Cibaduyut. Perajin rumahan yang jumlahnya ratusan banyak terdapat di di belakang toko.
Mengantisipasi permasalahan yang dihadapi Sentra Industri Sepatu Cibaduyut yang mempunyai keunggulan dalam pembuatan sepatu dengan teknik “HAND MADE” tersebut, berbagai langkah dilakukan pemerintah kota Bandung melalui Disperindag Kota Bandung dengan memberikan Bantuan teknis komponen pembuat cetakan sepatu serta penghalus kulit yang oleh perajin kedua komponen saat ini tak mampu lagi dibeli karena harganya sangat mahal.
Pemerintah Kota Bandung juga secara bertahap mengupayakan perbaikan infrastruktur jalan, trotoar, drainase dan sarana perparkiran kawasan sentra industry yang terletak di Jalan Raya cibaduyut, kecamatan Bojongloa Kidul, kota Bandung.
Menteri Perdagangan saat itu Mari Elka Pangestu menyatakan hasil industri sepatu di kawasan Cibaduyut Kota Bandung, memiliki potensi besar untuk berkembang di pasar internasional dan berkeyakinan kedepan industri sepatu lokal ini bisa masuk ke mana-mana termasuk ekspor.
Industri sepatu di Cibaduyut saat ini memang sudah berkembang pesat oleh karenanya peningkatan standarisasi kualitas dan mutu produksi penting dilakukan para pelaku industri sepatu Cibaduyut agar hasil industri sepatu di Cibaduyut diterima di pasar internasional dan bisa bersaing dengan produk lain.
Jika kualitasnya baik, saya kira masyarakat kita akan tertarik dengan produk lokal. Ini akan terus kita kampanyekan. Bahkan, saat ini saya sudah menggagas di kantor saya untuk mewajibkan dalam seminggu sekali menggunakan sepatu produk dalam negeri, ujar Elka. ***