Sama juga, komunikasi politik dengan pola “peluit anjing”, disampaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan mengatakan, ‘telah memaafkan’ pihak yang sempat berupaya mengambil alih partainya lewat Kongres Luar Biasa atau KLB (KLB) pada 2021. Tetapi AHY mengaku, tetap tidak akan melupakan upaya (Jokowi) saat menjadi presiden melalui eks Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang saat itu ingin mengambil alih posisi ketua umum Partai Demokrat.
Hanya saja oleh AHY, diskursus politik ‘pluit anjing’ juga disampaikan plus kepada sosok Anies Baswedan, dimana ketika Partai Demokrat sedang membangun bersama di ‘Poros Perubahan’ tiba-tiba ditinggalkan oleh Anies, sehingga semuanya terjadi begitu saja, namun akhirnya Demokrat menyadari inilah dinamika politik, ‘politik adalah politik’ yang kemudian Demokrat merasa diuntungkan saat ini atas perilaku ‘pengkhianatan’ Anies, akhirnya mereka turut mendapat kursi kekuasaan di Kabinet Merah Putih. Hal terkait khianat Anies kepada AHY, realitanya memang banyak kalangan pengamat politik serta publik pendukung Anies dan AHY yang terkejut dan menyesali keputusan poltik Anies merangkul Muhaimin, salah seorang tokoh pendukung Jokowi 3 periode, termasuk penulis saat itu sempat merasa kecewa, dan menulis artikel dengan judul _”KPK Tidak Jadikan Muhaimin TSK, Anies Sosok Bajingan Tengik”_ walau akhirnya tetap mendukung Anies oleh sebab karakteristik figur bakal capres yang nampak bakal jauh dari ide menuju hakekat idealnya ‘sebuah perubahan’.