“Kalau dulu awal-awal COVID hanya 17 persen UMKM yang bertahan. Tapi hari ini cukup banyak. Lebih kurang kalau UMKM yang meningkat penjualannya, justru di atas 50 persen itu ada 5,5 persen. Kemudian ada UMKM yang meningkat sampai 50 persen itu ada 9,7 persen itu sudah ada 15,2 persen. Nah UMKM yang tidak berubah (stagnan) itu ada 18,6 persen.
Kata Tedy, UMKM yang paling banyak memiliki potensi gulung tikar itu adalah yang berkaitan dengan sektor pariwisata dan beberapa barang yang bukan kebutuhan pokok seperti handicraft.
“Yang paling parah itu di Bali, karena Bali mengandalkan pariwisata. Sector pariwisata hamper semua habis lah, gulung tikar. Misalnya kuliner-kuliner yang ada di daerah pariwisata. Kedua semacam handucraft barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan seperti furniture. Itu yang paling banyak terdampak,” ungkapnya.