Mari kita lebih bijak. Teknologi informasi ini bukan tanpa sisi gelap. Sosiolog Spanyol, Manuel Castells yang dikenal sebagai salah satu pakar terkemuka dalam bidang komunikasi, teknologi, dan masyarakat informasi menyebut fenomena ini sebagai *mass self-communication*, di mana siapa saja kini bisa bicara langsung ke publik, tanpa perlu perantara media tradisional. Ini bisa jadi pedang bermata dua: di satu sisi, masyarakat bisa menyuarakan pendapatnya lebih bebas, di sisi lain, informasi bisa disalahgunakan oleh mereka yang punya kekuatan lebih, termasuk penguasa.
Lihat saja kasus Vina, seorang perempuan usia muda yang meninggal tragis pada 2016. Kasusnya tenggelam bertahun-tahun, tak ada perhatian dari publik apalagi dari hukum. Namun, di tahun 2024, seorang sineas Indonesia membuat film tentang Vina, mengungkapkan sisi gelap kematiannya yang selama ini tertutup. Film ini viral, dan publik mulai geram. Melalui media sosial, desakan untuk mengungkap keadilan bagi Vina semakin kuat. Seperti bola salju, tekanan dari netizen membuat aparat hukum yang tadinya terkesan lamban, akhirnya bergerak. Kasus yang sudah lama terpendam, tiba-tiba diangkat kembali ke pengadilan. Kadang, kita memang butuh dorongan keras dari masyarakat digital untuk menegakkan keadilan, sebuah pelajaran yang mungkin perlu diingat oleh mereka yang duduk di bangku kekuasaan.