Dilalah, nyatanya mereka mau ikut berpihak kepada pihak yang dikenal radikal walau dalam posisi “lemah”, namun terhormat yakni TPUA kelompok besutan para tokoh ulama kaffah (konsisten terhadap kaffah di tanah air). Mereka berdua memberikan moral support, dengan pola ala on the spot, baik kehadiran fisik juga disertai data yang amat dibutuhkan dari sisi fungsi metode penyidikan polri untuk mendapatkan kebenaran sesungguhnya (materiele waarheid) sesuai asas dan teori hukum pidana.
Dan nampak mereka full memberikan tetap realitas berdiri tegar gagah vokal melakukan perlawanan, maka mereka tentunya kelak pada saatnya layak diberikan gelar pahlawan nasional, *_maka silahkan publik catat, mereka akan diberi gelar pahlawan justru oleh “kelompok musuh masa lalunya”_*, karena terbukti kedua aktivis ilmuwan ini berpihak kepada hakekat kebenaran, apapun putusan yang dijatuhkan kepada mereka. Karena hakiki pemahaman ‘kehormatan’ (substansial) dari nomenklatur dari sisi etimologi dan atau terminologi *”KEHORMATAN”* kokoh tak bakal goyah, walau dipaksakan dituduh bersalah dan tetap bakal terhormat, karena kebenaran dan kehormatan substantif mutlak datang dari Tuhan yang Maha Kuasa, dan kepastian serta Keadilan semata milik-Nya. Ini berarti, “bahwa kehormatan” seseorang absurd diukur oleh pendapat orang lain atau hasil dari proses hukum, sekalipun inkracht” tetapi oleh kebenaran dan integritas manusia yang ada dan faktor niat dalam diri sendiri.











