Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & Poltik Mujahid 212)
JAKARTA || Bedanews.com – Dalam asas-asas hukum perbankan dikenal istilah prudential principle, atau asas kehati-hatian bagi bank terhadap calon nasabahnya (debitur) yang membutuhkan pinjaman kredit.
Andai dihubungkan dengan Proyek Strategis Nasional/PSN dengan model PIK 2 (Pantai Indah Kosambi), maka terlebih Bank Asing, bank lokal milik Pemerintah RI maupun bank swasta tentu logika bisnisnya sulit mengucurkan kreditnya, mereka para bankir bakal berpikir 100 kali. Alasan estimasi “politik ekonomi” bisnisnya adalah:
Izin lokasi PIK 2 atas nama PSN misal ternyata tidak terbit, maka Rencana Tata Ruang, sampai dengan Tata Ruang Detail tentu tidak pernah ada, tak akan pernah ada, terkecuali dengan berbagai rekayasa dan berbagai pelanggaran ketentuan administrasi regulasi, termasuk bakal tidak ada kejelasan luas area yang mendapatkan izin untuk PIK 2 yang jika hak sesuai PSN PIK 2 hanya sekitar 17.550 ha dan info “seorang pakar/ahli melalui sebuah peta, bakal dikurangi 50 ha oleh pengembang untuk dijadikan sebagai jalan arteri.
Maka deskripsi sang pakar, ketidakjelasan ini bakal mencakup wilayah PSN dari 17.550 ha bisa menjadi 60 ribu ha. Lalu bisa menjadi 100 ribu ha. *_(Lebih kurang, bakal seluas Negara Singapur?)_* lalu bakal terus dan terus mengingat prinsip bisnis para pemilik saham yaitu meraih dividen sebesar-besarnya.
*_Perlu diketahui dan disadari, penolakan terhadap keberadaan PSN PIK 2 bukan lantaran proyek PIK 2 Tropical Concept milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan Cs. Atau Agung Sedayu Group dan Salim Group. Para Pemiliknya adalah konglomerat asal Warga Negara Keturunan (WNI keturunan China)_* namun penyebabnya adalah ketidak beresan administrasi pengembang PIK 2, selain nominal pembayaran ganti rugi tanah yang tendensius pemaksaan, bukan atas dasar suka dengan suka (alasan subjektifitas) dan atau beritikad baik atau oleh sebab yang halal sehingga melanggar syarat sahnya sebuah pernjanjian (vide 1320 BW). Dan akhirnya akumulasi melahirkan berbagai bentuk aksi-aksi masyarakat Banten yang sudah mulai sadar dan bangkit menolak “projek rekayasa PIK 2 produk Joko Widodo bekas Presiden RI. Ke 7.
Maka gejala-gejala pertentangan dari adanya PIK 2 ini, baik penilaian secara administrasi dan regulasi yang ternyata masih terkendala status hukumnya, atau beberapa persyaratan pokok yang belum dipenuhi pihak pengembang, maka secara psikologis dan geografi politik, bisa saja masyarakat Banten yang terkenal secara garis historis sosiologis, sebagai bangsa (anak negeri) yang heroik dan pemberani. Walau gerakan perlawanan terhadap konglomerasi model Aguan Cs ini tidak terorganisir, namun tidak mustahil andai terprovokasi oleh berbagai pihak namun berdasarkan realitas a quo karena alasan tendensius pengembang yang didapati banyak bukti adanya tindakan kesewenang-wenangan penguasa dan pengusaha (oligarkis) dalam memberikan kompensasi (ganti rugi) pelepasan hak, sehingga high risk bagi kesejahteraan ekonomi mereka mayarakat, selain tidak populer secara politik hukum, karena justru menyakitkan, maka ber-implementasi chaotic, dan bisa menjalar ke pemukiman warga PIK.1 yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan projek PIK 2.
Terlebih Nusron Wahid selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan, “tengah mengkaji ulang dikeluarkannya rekomendasi terhadap Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) atas proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Jakarta Utara,” dan termasuk apakah berdampak kerusakan pada eko sistim alam dan lingkungan hidup, karena PSN produk kebijakan Jokowi ini, ternyata terdapat 1500 ha hutan lindung yang mesti tetap dilestarikan, sehingga serius butuh kajian intensif termasuk apakah dampaknya akan berbenturan dengan PSN yang menjadi fokus Presiden Ke-8 RI yaitu agenda mendukung swasembada pangan, energi, hilirisasi dan program Giant Sea Wall untuk Pantai Utara Jakarta dan batasan sekitarnya, sampai dengan Gresik untuk mengamankan dari resiko banjir di Pulau Jawa.
Oleh karenanya, andai gejolak aksi penolakan dari warga Banten tak surut, _akan berdampak negatif bagi pinjaman Aguan cs selain munculnya tuntutan akibat peristiwa hukum, dan otomatis berdampak kepada pihak perbankan,_ dan yang nyata sudah terkuak (temuan maladministrasi) tentu mewajibkan pihak perbankan mengacu pada *_Asas Kehati-Hatian atau prudential principle_* terlebih munculnya berbagai gejolak gejala-gejala sosiologis-antropologis (manusia dan budaya) dengan imbas politik hukum dari gejala antusias manisfestasi gerakan moral dari masyarakat Banten sebelah pantau utara (Kabupaten Tangerang dan Tanara (Serang) atau masyarakat yang bakal menjadi “korban PIK 2 Aguan Cs (oligarkis)” yang berkesan kuat manipulatif
Manipulatif dimaksudkan adalah dalam bentuk berbagai temuan adanya proses penggelapan data dan perilaku yang tendensius intimidasi untuk proses ganti rugi pelepasan hak dan atau disertai kebohongan publik; maka diyakini pinjaman pembiayaan kredit untuk pembangunan PIK 2 bakal bermasalah, terlebih andai tanah objek PIK 2 sebagai salah satu unsur jaminan pengembang, karena sejak awal notoire feiten (sepengetahuan umum) sudah menunjukan tanda-tanda bakal menjadi objek pokok perkara (pidana pemalsuan administratif negara yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan negara dan perdata PMH yang menimbulkan kerugian dan atau objek perdata TUN), sehingga objek PIK 2 yang terkontaminasi perkara, tidak layak disertakan sebagai sebuah objek borg.
MAKA OLEH KARENANYA, PINJAMAN PENDANAAN KONGLOMERAT AGUAN CS. YAKIN AKAN DITOLAK OLEH PEMIMPIN NEGARA ASING (SINGAPUR DAN RRC) DAN SELURUH BANK ASING MAUPUN BANK YANG ADA DITANAH AIR BAIK BANK PEMERINTAH atau pun BANK SWASTA KARENA HIGH RISK. ***