KAB. BANDUNG || bedanews.com — Media merupakan pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih. Melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri.
Sebab kebebasan pers pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Dengan kebebasan pers, media massa dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi, sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi atau disebut civic empowerment.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1, disebutkan, bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Bila kemudian Kebebasan Pers terancam dengan draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tahun 2022, dengan 14 pasalnya, diantaranya:
1. Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden: Pasal 218 dan Pasal 220;
2. Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum Bagian Penghinaan terhadap Pemerintah: Pasal 240 dan Pasal 241;
3.Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara: Pasal 353 dan Pasal 354.
4. Tindak Pidana Penghinaan: Pasal 439; Penodaan Agama: Pasal 304;
5. Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika: Pasal 336;
6. Penyiaran Berita Bohong: Pasal 262, Pasal 263, dan Pasal 512;
7. Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan: Pasal 281;
8.Pencemaran Orang Mati: Pasal 445.
Dikwatirkan demokrasi yang ada lambat laun akan mati fungsinya. Karena terbelenggu dengan aturan yang seolah memaksa untuk mengekang kebebasan Pers dalam menyampaikan informasi. Jelas yang dirugikan bukan saja wartawan tapi masyarakat pun menjadi bagian dari kerugian aturan tersebut, sebab sudah dilakukan upaya keterbatasan memperoleh informasi yang benar.
Selanjutnya dengan adanya ancaman 14 pasal tersebut kemungkinan fungsi pers dalam menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih, cerdas juga bijaksana akan terhalang. Sebab ruhnya sudah berbeda dan dipaksa bungkam dengan kenyataan meski kebenaran terlihat terpaksa harus tutup mata.***