Untung menuturkan, Wild life Conservation Society- Indonesia Program (WSC-IP) mencatat pada tahun 2006 terdapat sedikitnya 3.000 perdagangan ilegal satwa liar secara online menggunakan platform media sosial di Indonesia.
Menurut Untung, penggunaan media sosial secara online dalam melakukan tindak pidana tentu saja akan menimbulkan konsekwensi lainnya bagi Jaksa Penuntut Umum dalam pembuktian tindak pidana tersebut.
Ia menyebutkan bahwa, Pusat Penelusuran dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, 13 triliun rupiah per tahun kerugian yang diakibatkan dari perdagangan ilegal satwa.
“Tindak pidana ini menempati urutan ketiga setelah kejahatan narkoba dan perdagangan manusia. Bahkan United Nation Office On Drugs and Crime (UNODC) memasukkan kejahatan ilegal satwa sebagai kejahatan trans nasional crime, karena sifatnya yang teroganisir,” sebutnya.