Selain itu, Rozikin menemukan bahwa filosofi positif yang terkandung dalam kebijakan publik bisa saja menyimpang jika dihadapkan dengan narasi kontra kebijakan. Misalnya, kebijakan yang dimaksudkan untuk memfasilitasi kerukunan beragama dapat mengalami penyimpangan ketika narasi kontra, yang sering kali didorong oleh kelompok-kelompok tertentu, mendistorsi makna asli dari kebijakan tersebut.
Distorsi ini, menurut Rozikin, membuat kebijakan yang seharusnya memberikan solusi justru menjadi bagian dari masalah. Kebijakan tentang pendirian rumah ibadat, yang dimaksudkan untuk mempermudah akses umat beragama dalam beribadah, sering kali terhambat oleh narasi kontra yang menyebarkan ketakutan atau kecurigaan terhadap kelompok agama tertentu.
Untuk mengatasi masalah ini, Rozikin yang juga pengamat kebijakan publik sebuah lembaga riset Nusantara Foundation merekomendasikan perlunya analisis mendalam terhadap narasi kebijakan yang berkembang di masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih baik, pemerintah bisa menyusun strategi kebijakan yang tidak hanya berdasarkan regulasi formal, tetapi juga memperhitungkan sensitivitas sosial dan politik lokal.











