KAB. BANDUNG || bedanews.com — Anggota DPRD Kabupaten Bandung, Dr. H. Dasep Kurnia Gunarudin, SH., menyampaikan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, dalam melaksanakan berbagai kebijakan senantiasa berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang ada termasuk didalamnya Peraturan Daerah yang telah dibuat bersama antara Bupati dan DPRD.
Diawal tahun baru 2024 ini, menurut legislator dari Fraksi PKS itu, merupakan momentum yang tepat untuk melihat bagaimana peraturan daerah kab Bandung dilaksanakan, ketika sebuah Perda telah diundangkan dalam Lembaran Daerah maka ada konsekuensi bagaimana peraturan tersebut dilaksankan dan sesegera mungkin dibuat perbup sebagai peraturan pelaksana dari berbagai Perda yang ada,
Namun sayang sekali, disebutkan Caleg DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Bandung dan Kabupaten Barat itu, sampai dengan saat ini banyak Perda-perda yang telah dibuat untuk kepentingan kaum marginal, tak satupun yang dilaksakan.
“Perda-perda tersebut hanya macam kertas untuk membela kepentingan rakyat, namun pada tataran pelaksanaan hanya koleksi literasi yang tak pernah disentuh adapun yang dilaksanakan terkesan serampangan dan amburadul. Berbeda jika perda tersebut memberikan efek menguntungkan kalangan elit maka dengan cepat perda tersebut dieksekusi,” katanya melalui telepon selular, Selasa 2 Januari 2024.
Sebagai anggota DPRD, bagi dirinya ini merupakan sebuah kegelisahan sehingga dalam berbagai kesempatan rapat-rapat termasuk rapat Paripurna DPRD, ia sering menyampaikan agar Bupati segera mengeksekusi Perda-perda yang ia pikir sangat ditunggu kehadirannya oleh kelompok warga miskin, petani dan para pengusaha mikro serta kelompok -kelompok marginal lainya.
Sebagai contoh, lanjutnya, Pemkab Bandung telah memiliki Perda No 6 Tahun 2021, tentang Kemudahan Pelindungan dan Pemberdayaan Usaha Mikro, dimana Perda ini memberi perhatian khusus kepada usaha mikro dalam hal promosi, tempat usaha, pelindungan hukum bagi usaha miro yang termasuk didalamnya pedagang pasar rakyat.
Jika perda ini dilaksanakan, menurutnya, maka tidak akan pernah terjadi yang namanya Revitalisasi Pasar oleh pihak ke-tiga pada saat para pedagangnya dalam kesulitan ekonomi sebagaimana terjadi pada Pasar Rakyat Banjaran. Serta yang tidak kalah pentingnya dalam perda tersebut yaitu diamanatkan bahwa pengadaan barang dan jasa minimal 40% dari nilai anggaran belanja barang / jasa menggunakan barang/jasa usaha mikro dan kecil.
“Sayang sekali sampai dengan saat ini pelaksanaan dari Perda No 6 Tahun 2021 yang diatur dalam Bagian Keenam mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mulai Pasal 34 sampai dengan Pasal 38 tak kunjung dilaksanakan. Padahal para usaha mikro pada awal dibuatnya perda ini memiliki harapan yangbegitubesartentang keberpihakan APBD kepadamereka,” ujarnya.
Begitupun dengan Perda No 2 Tahun 2022 tentang Bantuan Hukum Untuk Orang Miskin, tambahnya, yang sampai saat ini belum dirasakan manfaatnya oleh Rakyat miskin yang sedang menghadapi permasalahan hukum.
Selanjutnya Perda No 10 Tahun 2021 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, ia menjelaskan, perda ini memiliki semangat untuk mengurai berbagai kesulitan yang dihadapi petani seperti, Kelangkaan pupuk, jatuhnya harga komoditas, alih fungsi lahan pertanian, gagal panen/menurunnya produksi akibat cuaca ekstim yang seharusnya dibuat langkah-langkah yang terstruktur dalam menyelesaikan permasalah tadi namun yang terjadi.
“Pemkab Bandung tanpa inovasi dan tanpa melihat muatan perda hanya membagi-bagi uang sebesar Rp 500,000,-/ petani atau sebesar 25 M dari APBD tahun anggaran 2023, itupun dalam bentuk barang yang pada faktanya tidak mampu menjawab soal-soal yang dihadapi petani seperti diatas,” jelasa Dasep.
Jadi semoga dengan datangnya tahun baru 2024, ia mengharapkan, bisa menjadi tahun perbaikan bagi Bupati Bandung bahwa dalam membuat kebijakan dan pelaksanaan kebijakan pada tahun 2023 kemarin yang masih banyak tidak tepat***