Oleh : Lilis Sulastri
Guru Besar FEBI UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Hari Pahlawan bukan sekadar mengenang mereka yang gugur di medan perang, melainkan menyadarkan kita bahwa kemerdekaan adalah tanggung jawab moral yang harus diperjuangkan setiap hari. Pahlawan bukan hanya mereka yang mengorbankan nyawa, tapi juga yang menghidupkan makna kemanusiaan di tengah dunia yang kehilangan arah.
Dan di setiap zaman, bangsa ini selalu melahirkan pahlawan. Namun setiap generasi memiliki medan juangnya sendiri. Jika dahulu para pejuang mengangkat senjata melawan penjajahan, maka kini generasi muda harus melawan keputusasaan, ketidakjujuran, dan ketidakpedulian.
Dari Pahlawan Kemerdekaan ke Pahlawan Peradaban
Para pahlawan pendiri bangsa berjuang agar kita bisa hidup merdeka. Kini, generasi muda harus berjuang agar kemerdekaan itu bermakna. Indonesia Emas 2045 menuntut munculnya pahlawan-pahlawan peradaban, ilmuwan yang meneliti dengan hati, guru yang mendidik dengan cinta, petani yang menjaga bumi dengan kesetiaan, dan pemimpin yang memimpin dengan nurani. Pahlawan zaman ini tidak menenteng senjata, tetapi pena, ide, dan moralitas.
Mereka bukan berjuang untuk diingat, tetapi untuk membuat bangsa ini tetap layak dihuni dan dicintai. Filsuf Prancis Albert Camus pernah berkata, “Heroism is the persistence of integrity in a world that has lost its sense of meaning.” (Kepahlawanan adalah bertahan menjaga integritas di tengah dunia yang kehilangan makna.) Dan itulah tantangan terbesar generasi sekarang: menjadi manusia bermakna di tengah zaman yang serba cepat tapi sering hampa nilai.











