Tetapi maling tak selalu bertopeng; kadang berjas, berdasi, berseremonial. Janji manis terucap di meja rapat, namun milik bersama dialihkan jadi harta pribadi.
Sejarah merobek kain kebersamaan, namun rakyat tetap menanam: padi, doa, dan harapan. Jiwa Nusantara tak pernah luluh, ia menuntut kembali haknya: tanah, air, dan hasil bumi, sebagaimana amanat konstitusi, “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Kini musuh tak hanya datang dari jauh, tapi juga berbisik dari dalam istana, dari ruang sidang DPR, dari meja tender beraroma suap, dari banker yang menyimpan rekening gelap. Amanah ditukar uang haram, masa depan dijual demi selera sempit.
Bung Karno pernah berpesan:
“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit, karena melawan bangsamu sendiri.”