Kedua: Langkah strategis apa agar korupsi bisa diberantas di Indonesia? Pemberantasan korupsi memerlukan strategi menyeluruh yang bersifat sistemik, bukan hanya penindakan: (1) digitalisasi total birokrasi. Korupsi sering terjadi karena ruang interaksi fisik yang tidak terkontrol. Transformasi digital pada layanan publik, pengadaan barang dan jasa, bantuan pendidikan, hingga perizinan akan mengurangi ruang lobi, suap, dan manipulasi. Setiap proses harus memiliki jejak audit yang jelas. (2) Kedua, penguatan pengawasan internal dan eksternal. Inspektorat daerah, BPKP, APIP, serta Aparat Penegak Hukum perlu diperkuat fungsi deteksi dini. Sistem whistleblowing harus dilindungi tanpa intimidasi. SPI KPK harus dijadikan alat ukur untuk memetakan kerawanan instansi dan memperbaiki prosedur sistematis. (3) Ketiga, reformasi regulasi dan penyederhanaan prosedur. Banyak korupsi lahir dari celah aturan, diskresi yang longgar, atau proses administrasi berbelit. Penataan ulang regulasi menuju standar yang lebih jelas dan mudah dipantau akan menutup pintu permainan anggaran. (4) Keempat, memperkuat sanksi sosial. Selain hukuman hukum, publikasi kasus secara transparan dapat menciptakan efek jera moral. Budaya malu harus dibangun kembali melalui kampanye integritas di media, sekolah, dan komunitas.
Strategi ini hanya berhasil jika dijalankan secara konsisten lintas-instansi dan lintas-generasi.
Ketiga: Pesan moral apa yang bisa disampaikan kepada eksekutif, yudikatif, dan legislatif?: (1) Untuk eksekutif: Jabatan publik adalah amanah. Pemimpin harus menjaga kejernihan berpikir dan menjauh dari kepentingan pribadi, sebagaimana ditegaskan dalam peringatan HAKORDIA 2025. Keteladanan eksekutif akan menciptakan efek moral ke seluruh sistem birokrasi. (2) Untuk legislatif:
Regulasi tidak boleh menjadi komoditas. Manipulasi anggaran, titipan proyek, atau politik transaksional merupakan bentuk pengkhianatan kepada rakyat. DPR/DPRD harus memperkuat fungsi pengawasan secara objektif, bukan berdasarkan kepentingan kelompok. (3) Untuk yudikatif: Keadilan adalah barometer moral bangsa. Ketika lembaga yudisial terjerat korupsi, runtuhlah seluruh bangunan negara. Oleh karena itu, independensi, transparansi putusan, dan integritas personal harus dijaga tanpa kompromi.
Pada bagian ini penting ditegaskan bahwa dunia pendidikan telah mengambil langkah lebih dahulu. Contohnya, MPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang sejak 2000 memasukkan mata kuliah antikorupsi sebagai kewajiban studinya. Maka, tiga pilar kekuasaan negara semestinya menunjukkan keteladanan moral yang sama: konsisten, jujur, dan berpihak pada kepentingan publik. Wallahu A’lam.










