Ia pernah menjadi Direktur Eksekutif Center for Clinical Epidemiology & Evidence RSCM (2009), Sekjen Indonesian Clinical Epidemiology Network (2010) dan kini menjabat Presiden Ahlina Institute. Tapi jabatan-jabatan itu hanya daftar prestasi administratif. Yang lebih penting adalah, dr. Tifa adalah ancaman laten bagi mereka yang takut pada kebenaran.
Dia bukan penulis fiksi, tapi buku-bukunya seperti Body Revolution dan Nutrisi Surgawi dibaca seperti naskah perlawanan. Setiap paragrafnya bisa bikin kamu merasa bersalah karena pernah nyampurin kopi sachet dengan mie instan tiga kali sehari. Tapi yang paling mengguncang bukan itu. Yang bikin panas dingin adalah ketika dia bicara soal politik, lebih tepatnya, soal ijazah Presiden Jokowi dan Wapres Gibran. Konon, katanya, ijazah itu bisa lenyap dan muncul seperti hantu urban legend.