Oleh: Abbet Nugroho
JAKARTA || Bedanews.com – Akhir – akhir ini masyarakat Indonesia sedang banyak memperbincangkan soal nasab Ba’alawi versus KH. Imamadudin Utsman Al Bantani asal Banten.
Banyak ulama, Kyai, para tokoh dan pakar dibidangnya juga berpendapat. Bagi penulis, soal kebenaran nasab, pendekatan yang bisa dilakukan adalah dengan metode penelitian sejarah / filologi dan juga penelitian genetik/DNA.
Asal mula kericuhan ini terjadi karena tesis KH. Immadudin Utsman Al Bantani yang menyatakan bahwa, para Habib keturunan Ba’alawi yang banyak hidup di Indonesia bukan merupakan dzuriah atau keturunan Nabi Muhammad S.A.W.
Tesis ini diketengahkan dalam kerangka akademis melalui penelitian dan penelusuran sejarah yang komprehensif. Penelitian KH. Imaduddin bahkan juga dibenarkan oleh peneliti dari BRIN DR. Sugeng Sugiarto menjelaskan bahwa haplogoup J1 berhubungan dengan keturunan Nabi Muhammad SAW.
Jika dilihat sepak terjang para habaib yang ada di Indonesia, memang tidak semua mencerminkan akhlak yang sesuai dengan kedudukan mereka.
Banyak juga dari para habib yang bahkan berani menghina dan merendahkan ulama Nusantara atau pribumi, membuat doktrin – doktrin; agar masyarakat Indonesia harus menghormati golongan mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad; meski banyak juga para habaib yang hormat dan sangat mencintai ulama.
Namun sikap dan perilaku habaib yang banyak merendahkan para ulama Nusantara menjadikan sebagian masyarakat akhirnya menjadi ragu tentang silsilah mereka.
Bangsa Nusantara merupakan bangsa yang besar, kebesarannya bahkan telah diakui oleh dunia dimasa lampau, kekayaan dan kemajuan peradaban bangsa Nusantara menarik banyak orang dari berbagai bangsa untuk datang ke Nusantara dan kemudian menetap tinggal di negeri ini, tidak terkecuali para pedagang dari berbagai belahan benua, orang Eropa, Afrika, Asia tengah, India, Cina tak terkecuali bangsa Arab.
Dalam perspektif sosiologi dan antropologi, persebaran manusia dari satu tempat ke tempat lainya akhirnya memunculkan interaksi baru antar bangsa dan tidak sedikit yang kemudian melakukan kawin campur dengan orang orang bangsa Nusantara dan memiliki banyak keturunan di bumi Nusantara ini.
Bangsa Nusantara yang dulu berbentuk kerajaan – kerajaan yang berdaulat, karena penjajahan dan perang dunia ke 2, memunculkan satu gerakan kebangsaan yang dipelopori oleh para pemuda hingga melahirkan satu nusa, satu bangsa, satu bahasa dalam satu negara kesatuan Republik Indonesia yang hari ini kita tinggali.
*Batalnya diskusi nasab di UIN Walisongo Semarang*
Seminar Internasional tentang nasab Ba’alawi yang seharusnya berlangsung di UIN Walisongo Semarang pada 10 September 2024 akhirnya dibatalkan. Dengan pertimbangan utama Masalah keamanan. Diskusi tersebut rencananya akan menghadirkan narasumber ulama NU KH. Imamadudin Utsman Al Bantani asal Banten, Prof. Sumanto Al Qurtubi, pengajar di King Fahd University Arab Saudi, serta ustad Farihin.
Meskipun panitia sudah berkoordinasi dengan pihak Polres Semarang. Kendati demikian, tersiar kabar bahwa acara tersebut dibatalkan oleh pihak kepolisian khususnya dari Mabes Polri.
Menurut hemat penulis bahwa, pembatalan tersebut sangat tepat dan bijaksana mengingat beberapa pertimbangan:
*Rawan konflik sosial*
Meskipun kegiatan ini dimaksudkan merupakan kegiatan akademis, namun sangat memungkinkan ada pergeseran dari kegiatan akademis menjadi gerakan sosial yang kemudian bisa memicu kerawanan sosial dan gangguan Kamtibmas sehingga upaya antisipasi perlu dilakukan agar tidak merugikan berbagai pihak
*Waktu yang kurang tepat*
Pada saat ini, kedua kubu berada pada tensi yang tinggi, sehingga jika dilakukan kegiatan diskusi kemungkinan tidak akan mendapatkan titik temu dan malah akan memperuncing pendapat masing-masing pihak.
*Mengundang massa*
Mengingat saat ini pemahaman dan sikap masyarakat sedang terbelah, maka bukan tidak mungkin kegiatan ini akan menarik dan mengundang massa liar yang tidak direncanakan dari kedua kubu, sehingga dapat menimbulkan hal hal yang tidak diinginkan
*Saran dan solusi*
Agar persoalan ini tidak meruncing dan menjadi disintegrasi bangsa maka penulis memberikan saran dan masukan sebagai berikut:
*Masing masing pihak menahan diri*
Diharapkan kedua kubu untuk bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan statemen yang tidak perlu apalagi gerakan dan kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan polemik ini, agar suasana kondusif. Proses dialog akan tercapai secara efektif dan dalam koridor diskusi yang sehat jika masing masing pihak sudah colling down
*Tidak melakukan penggalangan massa*
Diharapkan kedua kubu untuk tidak melakukan Gerakan-gerakan yang bersifat mencari dukungan dan penggalangan masa untuk membenarkan pendapatnya, karena pembuktian kebenaran bisa tercapai melalui penelitian sejarah dan juga pendekatan ilmu pengetahuan atau tes DNA oleh para pakar dan ahli di bidangnya
*Saling menghormati*
Agar masyarakat tidak bingung dalam mencari panutan, diharapkan kedua belah pihak untuk bisa saling menghormati sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi persaudaraan
**Kembali ke jatidiri bangsa*
Bahwa bangsa Indonesia ditakdirkan menjadi bangsa yang besar, sehingga banyak orang dari berbagai bangsa ingin hidup dan tinggal di Indonesia karena Indonesia adalah bagaikan potongan tanah surga yang indah dan penuh kedamaian
*Pemerintah harus hadir*
Pemerintah melalui kementerian terkait harus hadir sebagai penengah dan fasilitator agar konflik ini segera terang benderang, jika pemerintah tinggal diam, bukan tidak mungkin konflik ini akan menjadi bola es liar yang akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa
*Mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran*
Kedamaian akan tercipta jika kita sebagai anak bangsa bisa saling menjaga, tidak saling menjelekkan, tidak saling mengjina, tidak saling mencaci dan merasa benar sendiri. Toleransi antar faham juga perlu junjung tinggi asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.
Marilah kita kembali sebagai bangsa yang besar, mampu menghormati perbedaan, saling menjaga, memupuk rasa persaudaraan tidak saling merasa lebih unggul dari satu suku atau ras atau golongan lainya. PR Indonesia masih banyak, bukan hanya soal nasab, namun mengantarkan Indonesia maju dan menjadi poros peradaban dunia.
Penulis merupakan Ketua Forum Penggerak Kebangsaan Magelang, Pegiat Wisata & Aktivis Seni Budaya di Lingkungan Nahdlatul Ulama