“Guru yang kekurangan jam mengajar juga bisa mendapatkan tugas tambahan sebagai koordinator pembelajaran pendidikan inklusif dan tugas itu tetap dihitung dalam beban kerjanya. Ini bukan menambah beban, tapi memperluas makna pengabdian,” jelas Menteri Mu’ti.
Ia juga menyoroti kendala kultural yang masih menghambat pelaksanaan pendidikan inklusif, seperti pandangan negatif terhadap anak berkebutuhan khusus dan kasus perundungan di sekolah.
“Masih ada orang tua yang enggan anaknya belajar bersama anak berkebutuhan khusus. Padahal semua anak adalah makhluk Tuhan yang mulia. Pendidikan inklusif harus dimulai dari perubahan budaya,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Nunuk Suryani, melaporkan bahwa, kebijakan redistribusi guru ASN Daerah (ASND) dan pendidikan inklusif dijalankan sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 1 Tahun 2025 dan Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kepmendikdasmen) Nomor 82 Tahun 2025.











