Kedua, ia menegaskan bahwa posisi Gubernur DKI Jakarta bukanlah batu loncatan menuju pencalonan presiden, melainkan amanah yang harus diselesaikan dengan penuh tanggung jawab. Ketiga, melalui pernyataannya, Pramono menyampaikan pesan moral bahwa jabatan publik adalah ruang pengabdian, bukan sekadar arena pencitraan untuk mengejar kekuasaan yang lebih tinggi.
Namun, dari sisi kerugiannya, juga terdapat tiga hal yang patut dipertimbangkan. Pertama, masyarakat Jakarta berpotensi kehilangan harapan untuk dipimpin lebih lama oleh sosok yang dianggap jujur, tulus, dan bekerja demi pengabdian, bukan ambisi pribadi.
Kedua, baik masyarakat Jakarta maupun Indonesia dapat kehilangan kesempatan munculnya figur calon presiden alternatif dengan karakter kepemimpinan yang kuat dan rendah hati seperti Pramono Anung. Di tengah minimnya figur negarawan, keputusan tersebut mungkin mengurangi pilihan berkualitas bagi bangsa.