Penghargaan bukan tujuan akhir, tetapi pemicu semangat untuk terus berkarya. Menulis produktif bukan sekadar rutinitas administratif, tapi sebuah pengabdian spiritual dan intelektual. Kepada rekan dosen, marilah kita jadikan pena sebagai alat perjuangan, bukan hanya untuk karier, tetapi juga untuk peradaban. Maka dengan ini, merekomendsikiakan kepada imsan akademik: 1) Integrasikan menulis opini sebagai bagian dari pelaksanaan Tri Dharma; 2) Kepada institusi pendidikan: Fasilitasi budaya menulis ilmiah-populer sebagai bagian dari pembinaan karier dosen; 3) Kepada pemerintah dan media: Berikan ruang lebih besar untuk akademisi menyuarakan gagasan secara luas dan beretika.
Menulis adalah warisan ilmu yang tidak lekang oleh waktu. Penghargaan hanyalah simbol, tetapi nilai sesungguhnya terletak pada dampak dari tulisan kita bagi bangsa dan generasi mendatang. Dalam menghadapi Indonesia Emas 2045, kita membutuhkan lebih dari sekadar pembangunan fisik kita memerlukan pembangunan mental, intelektual, dan karakter. Semua itu dapat dimulai dari sebuah tulisan. Semoga penghargaan ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa produktivitas menulis adalah bentuk amal jariyah ilmu yang terus mengalir. Mari kita isi ruang publik dengan gagasan-gagasan mencerahkan, dan jadikan pena sebagai instrumen perubahan yang menyejukkan semesta. Wallahu A’lam.












