Antonio Gramsci bisa membantu menjelaskan lebih jauh. Donor tidak hanya kasih uang, tapi juga paket nilai dan agenda. LSM kemudian menginternalisasi agenda ini dalam bentuk program. Proses ini yang disebut Gramsci sebagai hegemoni: dominasi yang halus tapi efektif. Akibatnya, alih-alih menyalakan api dari kebutuhan rakyat sendiri, banyak LSM justru sibuk menyesuaikan diri dengan logika proposal.
Karl Marx barangkali tersenyum miris melihat kenyataan ini. Hubungan donor-LSM persis seperti relasi majikan-buruh. Donor punya “alat produksi” berupa dana, sedangkan LSM menawarkan “tenaga kerja” berupa proyek dan laporan. Hasilnya, bukannya tumbuh sebagai kekuatan mandiri, banyak LSM malah terjebak dalam ketergantungan struktural—hanya bisa bergerak kalau ada “upah”.












