Oleh Agung Nugroho (Ketua Umum Rekan Indonesia)
JAKARTA || Bedanews.com – Sejak era reformasi hingga hari ini, dunia LSM di Indonesia masih berkutat pada masalah klasik: ketergantungan pada donor. Banyak organisasi masyarakat sipil seolah menempatkan donor sebagai “dewa penggerak organisasi.” Kalau ada donor, mesin gerakan hidup; begitu dana habis, aktivitas macet. Fenomena ini memperlihatkan bahwa kemandirian LSM masih sebatas jargon.
Kalau kita baca Pierre Bourdieu, sebenarnya mudah dipahami kenapa donor begitu dominan. Donor membawa modal simbolik: nama besar, legitimasi, sekaligus gengsi. LSM yang kebagian kue donor otomatis terlihat lebih “wah” di ruang publik. Tapi di balik itu, ada relasi kuasa yang tidak seimbang: donor jadi pemegang kendali, sementara LSM jadi pelaksana setia. Artinya, struktur dominasi tetap berjalan meskipun kemasannya program sosial.