4. Peci dan sarung menjadi simbol kultural yang dipresentasikan secara sosial melalui praktik sehari-hari dan interaksi antar individu. Para orang tua masih mempertahankan tradisi secara konsisten, sementara kalangan anak muda dan profesional lebih fleksibel dalam menggunakan kedua simbol budaya ini.
5. Secara sosiologis, praktik ini dipahami sebagai bagian dari habitus, yaitu skema persepsi, pemaknaan, atau tindakan yang tertanam melalui pengalaman sosial dan diwariskan secara turun-temurun.
6. Penggunaan simbol yang sama oleh dua figur dengan citra kontras, seperti kiayi dan bleter, menunjukkan bahwa peci dan sarung memiliki makna kultural yang inklusif dan lentur.
7. Konsep Islam Nusantara, Hari Santri Nasional (HSN), dan ikonisasi Bangkalan sebagai kota Dzikir dan solawat merupakan contoh konkret dari project identity yang dikembangkan oleh organisasi keagamaan dan institusi negara.