Sehingga penyidikan yang dilakukan oleh Para Penyidik KPK terhadap Hasto dalam hubungannya terkait dengan Harun Masiku yang melarikan diri, oleh karenanya *_bagaimana KPK, dapat menyatakan Hasto obstruksi terhadap kasus korupsi, karena syarat utama tuduhan terhadap pelaku delik korupsi adalah, harus terdapat unsur yang telah mengakibatkan faktor kerugian keuangan atau perekonomian negara secara nominal’_*
*_Maka alhasil dalam perspektif logika hukumnya, “Penuntut Umum KPK (Jaksa KPK) sulit dapat membuktikan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh gratifikasi atau suap antara orang sipil (Harun Masiku) kepada orang sipil (Hasto Kristiyanto/HK)”._*
Lalu kenyataannya KPK menuntut pasal obstruksi pada ranah korupsi, sedangkan peristiwa (materil) sesungguhnya adalah gratifikasi antara seorang sipil dengan sipil? Bertambah rancu, karena jika yang disuap bernama Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP namun penyuapnya belum pernah terbukti ada pengakuannya dalam BAP hasil Penyidikan KPK serta pelaku penerima suap sesungguhnya yang tercatat dalam dokumentasi negara, Wahyu Setiawan (WS) telah mendapat vonis inkracht dan dalam putusannya, WS menyatakan tidak pernah terima uang dari Hasto. Lalu Hasto terima suap dari siapa? Bukan kelak tuntutan yang bermula dari surat dakwaan menjadi tidak cermat, kabur (obscuur).