Viral warga Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat seorang korban begal yang menjadi tersangka. Kasus ini bermula ketika AS dihadang oleh empat orang begal dalam perjalanannya menuju rumah ibunya untuk mengantarkan makanan.
Begal tersebut menyerangnya dengan senjata tajam, lalu sebagai upaya pelindungan diri ia melawan para begal dengan sebilah pisau kecil yang ia punya sampai akhirnya dua dari empat begal tewas, sedangkan dua begal lainnya melarikan diri.
Kasus ini menjadi viral dan ramai dibincangkan sebab AS yang merupakan korban begal justru dinyatakan sebagai tersangka akibat penghilangan nyawa dua orang begal saat ia berusaha melindungi dirinya.
Kasus AS merupakan kasus kesekian yang menjadi viral lantaran ketidakadilan hukum dalam negeri ini, yang setelah viral baru ada tindakan penyetopan kasus oleh aparat. Tampak kebobrokan hukum yang diterapkan di negeri ini harus menunggu viral baru diperhatikan.
Menyikapi kasus ini seorang aparat angkat suara sebagaimana yang dikutip dari laman detiknews.com ia meminta kasus dihentikan agar masyarakat tidak menjadi apatis dan takut melawan kejahatan. Namun di sisi lain ada kekhawatiran dari penegak hukum akan muncul mindset vigilantisme.
Sebenarnya vigilantisme dan upaya bela diri adalah dua hal yang berbeda, mengutip dari laman Winnetnews.com vigilantisme atau biasa dikenal dengan main hakim sendiri adalah tindakan berupa intimidasi atau cara-cara kekerasan oleh warga sipil, individu atau kelompok tertentu.
Sedangkan upaya bela diri adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk melindungi/menyelamatkan diri (nyawa) maupun harta ketika keselamatan diri maupun hartanya terancam, seperti yang dilakukan AS.
Hukum dalam sistem saat ini jelas sekali keambiguannya dalam menetapkan segala perkara, yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan, batas benar dan salah tidak lagi jelas. Seorang korban yang berusaha melindungi diri justru ditetapkan menjadi tersangka, tersangka atau pelaku dijadikan sebagai korban dan saksi.
Hal ini hanya akan membuat masyarakat bingung dan takut melawan kejahatan, bisa jadi saat dihadapkan pada situasi yang mengancam keselamatan seperti pembegalan masyarakat malah pasrah karena takut jika melawan dan membuat pelaku begal terbunuh alih-alih menjadi korban tapi justru ditetapkan sebagai tersangka seperti yang dialami oleh AS. Sistem sanksi yang seperti ini bukannya menyelesaikan masalah tapi justru membuka peluang-peluang kegaduhan lainnya.
Dalam Islam, vigilantisme atau main hakim sendiri adalah tindakan yang tidak dibenarkan bahkan dilarang. Ketika terjadi suatu pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maka ia akan diberi hukuman atau sanksi sesuai dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan berdasarkan hukum syara’ dan tentu yang memberikan sanksi ialah negara bukan individu.
Adapun terkait upaya bela diri adalah tindakan yang sudah seharusnya dilakukan untuk melindungi keselamatan diri (nyawa) maupun harta saat ada sesuatu yang mengancam keselamatannya seperti pembegalan, perampokan, dan semacamnya.
Kalaupun ternyata dari upaya bela diri yang dilakukan menyebabkan terbunuhnya pelaku maka tidak membuat sang korban lantas menjadi tersangka. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?” Beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.”
Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?” Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.” “Bagaimana jika ia malah membunuhku?”, ia balik bertanya. “Engkau dicatat syahid”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Bagaimana jika aku yang membunuhnya?”, ia bertanya kembali. “Ia yang di neraka”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 140).
Hukum dan sanksi tegas, jelas dan adil tidak akan pernah terwujud dalam sistem rusak sekuler-kapitalisme saat ini di mana aturan dibuat oleh manusia dengan segala keterbatasan dan kekurangannya sebagai makhluk.
Hanya dengan sistem Islam dengan penerapan Islam kaffah yang mampu mewujudkan hukum dan sanksi tegas, jelas dan adil sebab bersumber dari Allah SWT, Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. Wallahu’alam bisshawab.