Negara telah memberikan gaji dan fasilitas resmi yang bersumber dari uang rakyat. Karena itu, pejabat publik tidak sepantasnya mencari penghasilan tambahan lain, apalagi dengan cara yang berpotensi mencederai kepercayaan masyarakat. Hal ini termasuk penghasilan dari konten media sosial, sebab jabatan publik melekat pada diri pejabat dan sering kali menjadi faktor utama yang mendatangkan keuntungan digital tersebut. Dengan kata lain, pendapatan itu lahir karena adanya jabatan, bukan semata karena kreativitas personal.
Dalam perspektif hukum, penghasilan semacam itu patut dipandang sebagai bentuk gratifikasi. Pertanyaan yang muncul kemudian: apakah sudah ada aturan yang secara tegas mengkategorikan pendapatan dari monetisasi konten pejabat publik sebagai gratifikasi? Di sinilah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu bersikap tegas dan mendorong lahirnya aturan khusus yang mengatur persoalan ini.