Maka seluruh penduduk desa yang berpikir sehat, jernih penuh kesadaran, ajukan protes dalam wujud nyata perlawanan, walau ternyata cerobong asap berdiri diatas daratan (bukit pegunungan) sah milik mereka dan official perusahaan berikut izin pabrik lengkap absah terpenuhi sesuai regulasi, tak ada yang bodong atau tanpa rekayasa dari stakeholder pabrik hasil kongkalingkong dengan pejabat adminstrasi pemerintahan distrik.
Perlawanan penduduk akhirnya melalui litigasi, lalu finis nya diputus melalui vonis oleh _Rechtbanken_ atau lembaga peradilan distrik dengan kemenangan atau keberhasilan di pihak penduduk karena solid, radikal dan patriotis, walau sekedar terusiknya hak memandang panorama (pemandangan indah), bukan dalam bentuk korban fisik atau kerugian harta milik mereka, hanya sekedar kehilangan ‘rasa’ dari pandangan mata indahnya panorama milik mereka sejak turun temurun terhalang oleh cerobong asàp. Isi putusan badan peradilan adalah menyatakan dan memerintahkan “seluruh cerobong asap dipindahkan kebagian sisi areal tanah milik sang pengusaha pabrik sehingga dalam perhitungan musim dan cuaca (angin) dan sisi jarak pandang penduduk desa selaku penggugat”, dimana asap hitam tidak bakal lagi menghalangi penglihatan setiap pasang mata penduduk desa ke arah panorama perbukitan hijau (pegunungan).