“Jadi anu kantos teu kabahas disakola urang kedah milari dinu sanes… itu anu disayangkeun di SLB teh,” ungkapnya haru.
Meski sudah diterima di kampus impian, perjalanan Lutpi baru saja dimulai. Biaya kuliah dan terutama kebutuhan hidup di Surabaya menjadi tantangan terbesar keluarganya.
“Untuk sekolah, insyaAllah kata mamah sanggup, tapi untuk biaya sehari-hari masih tanda tanya… mamah bilang akan diusahakan, tapi kalau tidak mampu, mamah minta maaf,” ujarnya lirih.
Sang ayah, Abdul Kodir Alamin (67), hanya bisa pasrah. Sejak usahanya bangkrut tahun 2013, ia tidak lagi bekerja dan mengalami komplikasi penyakit lambung dan reumatik kronis. Selama lima tahun terakhir, ia hanya bisa terbaring dan penglihatannya pun mulai kabur.
“Abdi ayeuna teu usaha, ari salaku bapak mah ngijinan… soal biaya bapak angkat tangan. Mudah-mudahan aya rejekina, meureun biayana aya welas jutana,” ucapnya terbata.