Keduanya juga sama-sama menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim, terutama kenaikan permukaan laut dan kerusakan ekosistem karang yang menjadi penopang utama daya tarik wisata.
Namun, perbedaan mendasar terlihat pada arah pengembangan pariwisata.
Maladewa mengandalkan branding mewah dengan infrastruktur modern yang sudah mapan. Wakatobi, di sisi lain, memiliki modal besar untuk tampil sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan.
Keunikan budaya Bajo, potensi ekowisata, dan statusnya sebagai kawasan konservasi dunia adalah nilai tambah yang tidak dimiliki Maladewa.
Karena itu, jika Maladewa adalah ikon wisata eksklusif dunia, maka Wakatobi berpeluang besar menjadi ikon wisata bahari yang alami, ramah lingkungan, dan berbasis pada kearifan lokal.