Praktik mafia hukum dan korupsi Yudisial itu muncul karena adanya demand dan supply. Tak akan ada suap kalau tak ada penyuap dan penerima suap. Ada yang menawarkan, ada yang menerima. Tapi kalau ditolak tawarannya, maka tak akan ada suap.
Luthfi menekankan bahwa, memberantas atau mereduksi praktek suap harus dimulai dari level kepolisian, karena rekayasa perkara bisa dimulai dari tingkat penyidikan. Begitu juga “hengki-pengki” dapat juga terjadi di level Kejaksaan dan Pengadilan.
Polisi selaku penyidik, Jaksa, selaku penuntut, advokat yang membela dan hakim yang memutus sama-sama punya peran penting akan timbulnya praktek suap menyuap, dan tak kalah pentingnya adalah panitera yang menjadi penghubung antara advokat, Jaksa dan Hakim.
Tapi menurut Pengacara Calon Presiden RI dalam sengketa Pilpres 2019 dan 2024 ini, Indonesia harus memiliki Undang-undang Contempt of Court (UU COC). Tidak cukup terkait penghinaan kepada lembaga peradilan hanya diatur dalam pasal-pasal terpisah dalam KUHP dan Luthfi menyayangkan sampai saat ini Indonesia belum memiliki UU Contempt of Court.