Bandung,Bedanews.com
Motivasi tingggi,ulet dan sabar selalu berujung prestasi gemilang. Begitu kira-kira ungkapan yang pas disematkan Zahra Hanafi (Ketua Pengadilan Agama Soasia Maluku Utara). Perempuan kelahiran 1977 ini, telah sukses mengukir dengan tinta emas dalam karir Akademiknya meraih gelar DOKTOR HUKUM ISLAM dalam sidang terbuka yang digelar di Auditorium Pasca Sarjana UIN SGD Bandung, lantai 4, Kamis 07 Nopember 2024.
Dengan judul Disertasi “ Legalitas Perjanjian Perkawinan Dalam Perundang-undangan di Indonesia Perspektif Maqosid Al-Syariah dan Prospeknya Dalam Pengembangan Sistem Hukum Perkawinan di Indonesia” Perempuan cantik berdarah Ternate ini, bisa meraih IPK 3,87 (Yudisium Pujian). Zahra tercatat sebagai Doktor ke- 908 di Pasca Sarjana UIN SGD Bandung,dan Doktor Ke-309 pada Bidang Studi Hukum Islam di Pasca Sarjana UIN SGD Bandung.
Dihadapan Tim Penguji yang terdiri :
1. Prof.Dr.Dindin Solahudin ,MA, ( Ketua Sidang)
2. Dr.Ending Solehudin, M.Ag, ( Sekretaris sidang)
3.Prof.Dr.Fauzan Ali Rasyid, M.Si, ( Ketua Promotor)
4.Dr.Burhanudin, M.Ag,( Anggota Promotor)
5.Dr.Fauzan Januri, M.Ag, ( Openen Ahli)
6.Prof.Dr.Ali Abdurrahman,M.Ag, ( Openen Ahli)
7.Prof.Dr.Aden Rosadi, M.Ag, ( Openen Ahli)
8.Dr.Sofian Al Hakim, M.Ag,( Openen Ahli)
9.Prof.Dr.Oyo Sunaryo Muhlas,( Guru Besar).
Dihadapan Tim penguji, Zahra Hanafi mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan tim Penguji. Bahkan Ia dengan argumentatif, rasional dan atraktif bisa mementahkan sekaligus menjelaskan secara terperinci semua argumen yang di sodorkan Tim penguji.
Salah satu kesimpulan dalam Disertasinya, Zahra menyimpulkan bahwa Konsep perjanjian perkawinan dalam undang-undang Nomer 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan KUHP Perdata yaitu Konsep perkawinan dalam ketiga sumber hukum tersebut, memiliki kesamaan dalam hal pengakuan dan tujuan untuk melindungi hak-hak pasangan. Namun, ada perbedaan dalam pendekatan dan implementyasinya. Undang- undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan lebih mengedepankan keterbukaan dan kepatuhan terhadap norma masyrakat.Dalam Kompilasi Hukum Islam lebih berfokus pada prinsip syariah dan keharmonisan dalam rumah keluarga. Sedangkan dalam KUHP Perdata memberikan kerangka hukum yang lebih umum terkait perjanjian dan tanggung jawab hukum mencerminkan kontek sosial dan budaya yang berbeda.Sehingga perjanjian perkawinan bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai niali masingmasing pasangan.Sedangkan dalam putusan MK
No.69/PUU/XII/2015 batas waktu pembuatn perkawinan dapat diperpanjang oleh suami dan istri sebelum, selama proses,atau setelah pernikahan.
Dari Disertasinya, Zahra merekomendasikan untuk:
1.Pemerintah Indoensia
Pemerintah perlu mendukung penyusunan peraturan hukum yang jelas dan ingklusif terkait perjanjian perkwainan yang mempertimbangkan perspektif maqasid al-syariah. Ini harus mencakup konsultasi dengan para ahli agama, akademisi dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa peraturan tersebut mencerminkan nilai nilai islam yang mencerminkan yang dihormati sambil menjaga hak hak individu dan keberagaman budaya.
2.Lembaga Agama
Lembaga agama perlu berperan aktif dalam memberikan penduan dan penjelasan kepada masyarakat tentang pentingnya mempertimbangkan nilai nilai agama dalam perkawinan, mereka juga dapat membantu dal;am proses penyusunan peraturan dan mengedukasi umat dan aplikasi prinsip-prinsip Maqasid al-syariah dalam perkawinan.
3.Masyarakat
Masyarkat perlu meningkatkan kesadaran tentag nilai-niklai agama dalam perkawinan dan pentingnya membuat perjanjian yang sesuai degan perinsip-perinsip maqasid alsyariah. Pendidikan dan sosialisasi harus didorong untuk memastikan individu memahami inplikasi hukum dan agama dari perjanjian perkawinan.
4.Pengadilan
Pengadilan perlu memiliki pemahamn yang baiktentang hukumk perkawian yang memadukan maqasid al-syariah dan memberikan pengakuan yang sesuai dengan perjanjian perkawian yang sah.Mereka juga harus mempu menangani sengketa perkawinan yang melibatkan prinsip-prinsip agama dengan adil dan kompeten.
5.Organisasi Masyarakat Sipil
Organisasi masyarakat sipil dapat berperan dalam mengedukasi masyrakat tentang hak dan kewajiban dalam perkawinan, serta memberikan bantuan hukum kepada merweka yang membutuhkan. Mereka juga dapat melakukan advokasi untuk perubahan hukum yang inklusif dan sesuai dengan maqasid al-syariah.
6.Ahli Hukum dan Akademisi
Ahli hukum dan akademisi dapat melakuakan penelityuian lebih lanjut tentang pengembangan sistem hukum perkawinan yang memadukanmaqasid al-syariah. Meeka juga dapat memberikan pandangan mendalam tentang implementasi prionsip-prinsip ini dalam kerangka hukum yang ada. Kolaborasi semua pihak terkait ini akan membantu menciptakan sistem hukum perkawinan yang lebih ingklusif, adil, dan sesuai dengan nilai nilai Islam dan budaya di Indonesia.*** HG