Kota Tasikmalaya, Bedanews.com – Persoalan krusial yang menjadi polemik di Rumah Sakit Umum dr Soekardjo adalah bukan hal baru tetapi persolan yang makin menjamur.
Adanya pejabat baru tentunya harus banyak perubahan dari Dirut lama ke Dirut baru juga dewan pengawasnya, bukan malah menambah beban sakit manajemen.
Anggota Warung Kopi Tasikmalaya (Warkop) Tatang Surahman menyindir keras carut marutnya RSUD dr Soekardjo. Ia menyebut, idealnya layanan kesehatan RSU ini adalah penanganan orang sakit tapi faktanya sistem manajemennya malah ikut sakit.
“Kedepan manajemen RSUD harus terbangun dari pengurus yang bersih dan kuat, jika ada memanfaatkan untuk berbisnis dan segala macam, maka harus segera dibuang,” ungkap pria yang akrab disapa Tatang Toke ini, Kamis (31/03/2022).
Harusnya kata Tatang, pihak RSUD ada kesinergian dengan dewas dan Dirut, apalagi sudah di SK kan oleh walikota, sehingga Dirut itu harus profesional dan mengerti keadaan rumah sakit.
Tatang menyayangkan sikap Dirut RSUD dr Soekardjo yang dinilai menghamburkan anggaran ditengah sakitnya keuangan dan sarana prasara. Pasalnya, Dirut malah melanjutkan kontrak 5 tahun untuk kuasa hukum RSUD dr Soekardjo dengan anggaran pantastis.
“Kami menyayangkan kenapa tidak konsultasi dulu dengan pihak kejaksaan atau inspektorat yang jelas menjadi mitra RSUD, karena dengan menguasakan tersebut terkait anggaran yang luar biasa melanjutkan kontrak dengan kuasa hukum ,” ucap Tatang.
Ia mengkalkulasikan, dengan anggaran Rp 200 juta pertahun, berarti kontrak 5 tahun mencapai 1M, sedangkan RSUD sangat membutuhkan perbaikan medis, salah satunya sitiscan yang selama ini tidak bisa digunakan, padahll anggaran belanjanya sampai Rp 12 M.
“Maka dari itu RSUD harus mengambil langkah, anggaran yang mubajir perlu dihentikan, ini perlu keterlibatan walikota, sekda dan dinas kesehatan yang harus proaktif terhadap persoalan rumah sakit. Secepatnya harus perbaikan sistem management peralatan medis dan terutama tenaga kerja,” tegasnya.
Sementara itu, Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Dede Muharam ketua komisi IV DPRD kota Tasikmalaya yang memimpin rapat dengar pendapat mengapresiasi dengan penyampaian dari Warkop.
“Bahwa dasar pengangkatan kuasa hukum di RSUD tidak kuat, ada Kabag Hukum, itu tinggal dikaji saja dengan RSUD, jika tidak memadai dikembalikan ke RSUD dan ini sudah berjalan di 2018 dan habis 2021, tapi diperpanjang lagi oleh Dirut sekarang,” ucapnya.
Dede menerangkan, RSUD sebagai UPTD adalah bagian Pemerintahan Kota Tasikmalaya dan ada bagian Kabag Hukum. Juga di RSUD, ada bagian kasubag. Terkait kuasa hukum, itu bersifat tentatif dan bila diperlukan. Tapi ini sudah berjalan 5 tahun dengan Rp 200 juta pertahun.
“Ini terkesan pengadaan rutin dan ini harus dievaluasi, termasuk inspektorat dengan SKPD, jangan sampai menjadi kerugian negara,” tegas Dede.
Ia menyebut, kuasa hukum itu diperlukan ketika ada permasalahan saja, jika tidak terlalu penting, buat apa kuasa hukum, kecuali isidential, tidak mesti dibayar tiap bulan. Ini sudah termasuk penghamburan anggaran yang sudah dimulai kontrak sejak tahun 2018.
“Ini malah diperpanjang lagi oleh Dirut baru, temuan ini menjadi masukan untuk Sekda dan Wali Kota, antisipasi jangan sampai masuk ke ranah pidana ketika legalitas tidak jelas,” ujar Dede.
Ia menulis, Dirut baru RSUD belum tahu dasar manajemen, karena meraka hanya melanjutkan kegiatan yang sudah dilakasanakan, istilahnya ‘katempuhan’, namun harus dimaklumi karena Dirut itu bukan ahli hukum.
“Harusnya Dirut bertanya ke berbagai pihak, jangan ke seseorang, itu berbahaya dan potensi menjadi konflik intern. Mirisnya lagi, inspektorat baru tau kalau ada kuasa hukum yang diperkerjakan secara kontinyu,” pungkasnya. (Noer)