Penonaktifan itu muncul setelah pernyataan dan tindakan mereka memicu kecaman publik, mulai dari ucapan Sahroni yang menyebut gagasan pembubaran DPR sebagai “tolol”, pembelaan Nafa Urbach terhadap tunjangan rumah DPR, aksi Eko dan Uya berjoget di tengah krisis sosial, hingga sikap Adies Kadir yang membela kenaikan tunjangan.
Secara hukum, istilah nonaktif tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). UU ini hanya mengatur dua mekanisme, yakni Pergantian Antar Waktu (PAW) dan pemberhentian sementara.
PAW diatur dalam Pasal 239, sedangkan pemberhentian sementara diatur dalam Pasal 244. Artinya, penonaktifan internal partai tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak mengubah status keanggotaan. Fakta hukum menunjukkan bahwa selama PAW belum diproses, kelima anggota tersebut tetap sah sebagai anggota DPR.