Ketiga, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan TKDD harus dijamin melalui mekanisme pengawasan dan evaluasi kinerja yang ketat. Keempat, perbedaan karakteristik antar daerah perlu diperhitungkan, karena daerah terpencil dan miskin memerlukan proporsi transfer yang lebih besar demi tercapainya keadilan vertikal maupun horizontal. Kelima, kondisi fiskal nasional harus menjadi dasar pertimbangan kebijakan, namun tanpa mengorbankan prinsip desentralisasi fiskal.
Dengan demikian, meskipun tidak ada aturan hukum yang secara tegas menetapkan pembagian belanja 75 persen untuk pusat dan 25 persen untuk daerah, komposisi tersebut terbukti logis, realistis, dan berkeadilan. Menolak pemangkasan besar TKDD atau permohonan, “Jangang Pangkas TKD,” berarti menjaga amanat konstitusi, memperkuat semangat otonomi daerah, serta menjamin keberlanjutan pembangunan yang merata di seluruh Indonesia. ***