Ia berharap, kisahnya menjadi semacam jalan penerang bagi pemuda-pemudi di pelosok Indonesia yang selama ini merasa tidak punya peluang. Ja’far ingin hadir sebagai bukti bahwa, keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Ia pun menitipkan pesan yang selalu ia ulang kepada setiap anak muda yang ia temui: jangan takut miskin, tapi takutlah kalau berhenti berdo’a dan berhenti mencoba.
Hari ini, Ja’far tak lagi menjual roti keliling. Tapi ia tetap berjalan kaki menjemput harapan, menyambangi pasien, menyusun bahan riset dan terus bangun di sepertiga malam. Salat tahajud masih menjadi rutinitas yang ia jaga dengan ketat. Baginya, semua pencapaian ini bukan karena dirinya hebat. Ia yakin, do’a-do’a dalam sunyi itulah yang mengetuk pintu-pintu langit. Dan ketika satu pintu terbuka—seperti beasiswa dari Kapolri—itu adalah pertanda bahwa pengabdian harus terus diperpanjang.