Pesan moral lainnya adalah pentingnya solidaritas dan kepedulian. Akademisi tidak boleh elitis; mereka harus turun ke masyarakat, memberi manfaat, dan menghadirkan solusi atas masalah riil. Pendidikan yang baik bukan yang berhenti di kelas, tetapi yang membangkitkan harapan baru, memberdayakan masyarakat, dan memperkuat semangat kebangsaan. Inilah pesan moral yang ingin ditegaskan Hari Guru: bahwa setiap insan akademik memiliki tanggung jawab untuk menjadi cahaya penuntun perubahan.
Ketiga: Langkah strategis apa yang dapat dielaborasi agar peran guru optimal? Agar peran guru benar-benar optimal, ada tiga langkah strategis yang perlu dielaborasi: (1) penguatan kompetensi holistik. Guru harus menguasai pedagogi modern, literasi digital, literasi data, serta integrasi isu keberlanjutan (SDGs, ekoteologi, eco-pedagogy). Ini dapat dilakukan melalui PPG yang diperbarui, microcredential, dan mentoring berbasis komunitas. (2) pembangunan ekosistem sekolah yang kolaboratif. Peran guru akan maksimal jika didukung kepala sekolah visioner, orang tua yang terlibat, serta budaya sekolah yang menghargai inovasi. Program PLC (Professional Learning Community), supervisi akademik partisipatif, dan kolaborasi guru-lingkungan harus menjadi standar operasional. (3) transformasi kesejahteraan dan karier guru. Sertifikasi harus diikuti penataan beban kerja, sistem evaluasi yang adil, dan kesempatan pengembangan karier yang jelas. Guru perlu ruang berekspresi, kesempatan penelitian kelas, dan dukungan psikososial untuk menghindari burnout. Ketika guru merasa dihargai, mereka akan menghadirkan pembelajaran yang berkualitas, relevan, dan berdampak pada karakter serta kompetensi murid. Dengan langkah-langkah strategis tersebut, guru tidak hanya menjadi pelaksana kurikulum tetapi arsitek peradaban bangsa.












