Sehingga komparasi kematian petugas KPPS. Kanjuruhan 6 pengawal anggota FPI, korban dampak C. 19 nyawa WNI yang berhak diselamatkan, sebaliknya negara tidak menyepelekan nyawa mereka (HAK UNTUK HIDUP/HAM), maka menjadi bahan komparasi filsafat (dasar berfikir) lalu berkembang, lahir pertanyaan di benak kepala publik, apakah ada unsur lain penyebab kematian Mulyono? Hal ini butuh penyelidikan dan penyidikan yang intensif, harus profesional, transparan serta kredibel & akuntabel (proporsional dan objektivitas).
Dan secara bijak dengan kerangka berpikir dan dilandasi objektifitas (bukti data empirik) faktor pemaaf tidak tertutup kemungkinan di negara ini dengan adanya sistim hukum tentang restoratif justice. Namun tetap berdasarkan musyawarah antara para pihak korban dan pelaku atau yang turut serta terlibat berdasarkan sistim hukum dengan kategori perbuatan dan tanggung jawab moral dan hukum atas jabatan berdasarkan tupoksi jabatan dan mengingat asas equal dan fiksi hukum yang merupakan garis batasan jelas tentang tidak adanya alasan ketidaktahuan atau kebolehan (PENGECUALIAN WNI) melanggar sistim hukum, TERLEBIH SOSOK JOKOWI SELAKU PEJABAT PENYELENGGARA NEGARA TERTINGGI RI. TENTANG KEWAJIBAN TUNDUK DAN PATUHI KEBERLAKUAN HUKUM POSITIF/ IUS KONSTITUM (HUKUM YANG HARUS BERLAKU). Sehingga dalam konteks faktor keadilan merupakan prinsip makna atau hakiki tidak sekedar ucapan dan tulisan “rule” namun rasa batiniah. Keadilan tidak sekedar koheren namun inheren.












