Pengamat politik Muslim Arbi menilai, gestur tersebut bukan sekadar sikap pribadi, melainkan bagian dari ketegangan politik yang lebih besar. Ia menyebutnya, sebagai babak baru rivalitas Geng Solo, istilah yang merujuk pada lingkaran politik dekat figur-figur dari Solo, termasuk Gibran dan ayahnya, mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan Geng Pacitan, yang diidentikkan dengan keluarga mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Demokrat.
“Ini bukan sekadar masalah pribadi Gibran dan AHY. Ada dinamika politik yang menguat, terutama pasca-Pemilu 2024 dan menjelang konsolidasi kekuasaan pemerintahan Prabowo-Gibran,” ujar Muslim Arbi.
Muslim Arbi menegaskan, dalam politik, bahasa tubuh kadang lebih tajam daripada pernyataan lisan. Sikap Gibran yang memilih tidak berjabat tangan, menurutnya, adalah simbol jarak politik yang kini semakin nyata. “Gibran sedang mengirim pesan bahwa hubungan politiknya dengan AHY berada pada titik dingin. Ini bisa dibaca sebagai sinyal kepada Demokrat bahwa tidak semua pintu terbuka lebar di kabinet atau lingkar kekuasaan,” kata Muslim.