Garut, BEDAnews
Ambisi Pemkab Garut menjadikan daerahnya sebagai salah satu penghasil gula tebu di Jawa Barat, terganjal luas lahan yang tersedia. Sejak dirintis 2004 lalu, pengembangan kebun tebu di Kabupaten Garut hingga kini baru mencapai sekitar 240 hektare. Itu pun sebagian besar tidak produktif, sehingga tersisa lahan masih ditanami tebu sekitar 100 hektare.
Minimnya produksi tebu akibat sediaan lahan minim, membuat Pemkab Garut mengarahkan produksi gula tebu di Kabupaten Garut ke gula merah alias gula cako. Gula tersebut dipasarkan untuk memasok kebutuhan industri pembuatan kecap dan pengolahan makanan.
"Untuk produksi gula pasir, dengan pengolahan pabrik gula mikro saja dibutuhkan bahan baku tebu dengan areal kebun minimal seribu hektare. Untuk Garut jelas belum mungkin. Sehingga produksi tebu kita lebih diarahkan ke gula cako," kata Kepala Bidang Produksi pada Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Haeruman didampingi Kepala Seksi Sarana Produksi Ardhy Firdian, Senin (18/3).
Menurutnya, luasan lahan kebun tebu maupun perkembangan produksinya di Kabupaten Garut masih fluktuatif. Pertama kali dirintis pada tahun 2004 di Kecamatan Cikelet terdapat sekitar 10 hektare kebun kebu.
Luas lahan kebun tebu berkembang menjadi sekitar 240 hektare, terdiri atas 34 hektare belum menghasilkan, 205 hektare sudah menghasilkan dan 1 hektare sudah tua/rusak. Akhir-akhir ini, lahan kebun tebu tinggal sekitar 100 hektare, terdiri atas 7 hektare belum menghasilkan, 92 hektare menghasilkan, dan 1 hektare tua/rusak.
Lahan kebun tebu tersebut tersebar di 6 kecamatan, yakni Kecamatan Pameungpeuk, Cikelet, Mekarmukti, Pakenjeng, Bungbulang, dan Caringin. Pada 2011, sekitar 100 lahan kebun tebu di Pameungpeuk sempat terbakar habis. Jenis tebu dikembangkan di Garut yakini RO dan PS 811 yang merupakan jenis tebu darat. Saat panen perdana pada 2006, produksi tebu mencapai sebesar 130 ton per hektare. Kini, rata-rata sekitar 70 ton per hektare. Total produksi tebu sepanjang 2011, mencapai sebanyak 18.143 ton.
Dari jumlah tebu tersebut diolah menjadi gula cako sebanyak 1.696 ton. Harga gula cako relatif stabil, berkisar Rp. 4.500 – Rp. 5.000 per kilogram. Sebenarnya tebu di Garut cukup prospektif. Pihak RNI (Rajawali Nusantara Indonesia) Cirebon pernah survei ke Garut dan mengakui kualitas tebu Garut bagus.
Hanya selain volume masih terbatas, kalau tebu dari Garut dikirimkan ke Cirebon untuk diolah jadi gula pasir, terkendala waktu tempuh lama, lebih 6 jam. Rendemen gulanya bisa turun. Pihak RNI juga mesti menambah mesin pengolahan, papar Ardhy. (Sighar)