Meski begitu, politik selalu memiliki ruang kemungkinan. Istilah klasik, “politics is the art of the impossible, made possible,” tetap relevan.
Opini publik tentang “pembubaran DPR” mencuat mungkin karena kekecewaan yang meluas terhadap lembaga legislatif ini. Setelah saya telusuri, isu demonstrasi tersebut masih belum jelas penanggung jawabnya, sehingga besar kemungkinan hanya manuver politik. Namun demikian, tetap perlu diantisipasi segala kemungkinan, termasuk potensi aksi massa.
Kekecewaan masyarakat terhadap DPR mungkin muncul dari berbagai hal. Mulai dari gaji dan tunjangan besar yang sering disorot di media sosial, kebijakan kontroversial seperti revisi UU Pilkada yang dianggap mengakali putusan Mahkamah Konstitusi, hingga dugaan korupsi dan gaya hidup mewah anggota DPR. Publik juga menilai DPR kehilangan empati, seperti ketika anggota DPR berjoget riang dalam sidang sementara rakyat masih bergulat dengan kesulitan hidup.