KOTA BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perhubungan (Dishub) tengah membangun transportasi publik paripurna, Bandung Rapid Transit (BRT) yang ditargetkan rampung total di 2027 mendatang.
Secara bertahap proses pembangunan telah dilakukan dan beberapa diantaranya telah beroperasi, salah satunya rute Alun Alun Bandung-Padalarang Kabupaten Bandung Barat.
Sekretaris Dishub Jabar Dhani Gumelar menuturkan, total pembangunan BRT yang nantinya akan menghubungkan Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Jatinangor Sumedang memakan total biaya mencapai Rp1,3 triliun.
Dimana pembiayaannya bersumber dari World Bank.
Seperempat dari biaya tersebut, yakni Rp333,3 miliar dialokasikan untuk pembangunan on corridor atau BRT dengan jalur khusus. Dimana kata Dhani, akan dibangun dedicated lane sepanjang 21 kilometer.
“Jadi yang Rp333,3 miliar itu untuk dedicated lane. Diluar pembangunan depo dan fasilitas lain. Secara total, nilai proyek BRT Rp1,3 triliun,” ujar Dhani saat ditemui di Kantor Dishub Jabar, Kota Bandung, Selasa 5 November 2024.
Dhani melanjutkan, kini ada lima koridor yang sudah beroperasi, yaitu Dipatiukur-Jatinangor, Baleendah-BEC, Alun-alun-Padalarang, Leuwipanjang-Dago dan Leuwipanjang-Soreang.
Dua koridor, Alun Alun Bandung-Padalarang dan BEC-Baleendah bersumber dari APBD Pemprov Jabar. Sedangkan tiga lainnya berasal dari APBN melalui Kementerian Perhubungan.
Nantinya sambung dia, akan ada 21 koridor baru yang akan melayani transportasi masyarakat Bandung Raya.
“Ini salah satu upaya kita, mentransformasi layanan angkutan umum di Bandung Raya. Mudah-mudahan masyarakat dapat menikmatinya. Layanan tersebut. Ini upaya kita juga mengurangi ketergantungan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi,” ucapnya.
Selain mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, Pemprov Jabar juga menyiapkan anggaran subsidi, public service obligation untuk biaya operasional BRT. Sehingga nantinya biaya perjalanan yang dikeluarkan masyarakat lebih murah, karena disubsidi pemerintah.
“Kedepannya akan disiapkan pula skema potensi pendapatan non tiket, sehingga dapat mengurangi biaya PSO dan meningkatkan layanan bagi pengguna BRT,” kata Dhani.
Dia memastikan, dengan serangkaian upaya dan stimulus tersebut, pelayanan BRT Bandung Raya akan paripurna.
Tidak hanya sebatas solusi mengurangi kemacetan, juga akan aman, nyaman, aman serta murah bagi masyarakat.
“Ini bukan proyek sesaat. Kita ingin mengubah kultur atau kebiasaan masyarakat yang selama ini memang tidak terbangun menggunakan angkutan umum.
Dengan angkutan umum, nyaman, aman, murah, diharapkann dapat meningkatkan penggunaan angkutan umum kedepannya,” harapnya.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Machmudin bersama Pemerintah Daerah Bandung Raya, Badan Pengelola Cekungan Bandung dan Pakar Administrasi Publik Universitas Padjajaran menjajal BRT, sekaligus rapat evaluasi.
Rapat yang dilaksanakan di dalam BRT rute Alun Alun Bandung-Kota Baru Parahyangan, dipimpin oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin.
Bey Machmudin mengatakan, agenda rapat ini sengaja dilakukan di BRT, untuk memastikan apa saja yang dibutuhkan dalam penyempurnaan transportasi publik terintegrasi antar kota/kabupaten Bandung Raya.
“Kami mencoba langsung BRT dan bisnya nyaman, waktu tempuh hari ini memang tidak macet Jadi 1 jam kurang lebih. Ini cukup baik,” ujar Bey Machmudin.
Dia melanjutkan, beberapa rute akan disediakan separator khusus bagi BRT. Walaupun diakuinya, dari hasil ujicoba yang dilakukan, sudah cukup baik dalam ruas jalan umum.
“Tinggal untuk pemantapan. Beberapa rute yang mungkin akan menggunakan jalur khusus,” ucapnya.
Pakar Administrasi Publik Universitas Padjadjaran Prof Ida Widianingsih mengatakan, sudah seharusnya Bandung Raya memiliki transportasi massal terintegrasi yang nyaman.
Meski Wakil Dekan Bidang Pembelajaran, Kemahasiswaan dan Riset Fisip Unpad ini mengakui, tidak mudah menggeser kebiasaan masyarakat untuk beralih, dari transportasi pribadi ke umum.
“Jadi kami sedang bersama-sama mencoba memikirkan cara yang terbaik, karena tujuannya sangat baik. Kita juga perlu mendukung. Masyarakat kita juga sudah terlanjur nyaman, ini mungkin jadi PR ke depan, di masalah mitigasi sosial,” ujarnya.
Ke depan lanjut Ida, perlu ada diskusi secara eksplisit melibatkan para stakeholders, dalam mengupayakan migrasi dari penggunaan transportasi pribadi ke massal.
“Kami pikir, untuk melakukan beberapa diskusi pembangunan BRT ini. Ini harus didukung oleh pendekatan komprehensif banyak dinas dan stakeholders lain, sehingga prosesnya bisa nyaman untuk semuanya,” ucapnya.
Pada BRT ini, akan ada 34 stasiun dengan 21 rute layanan langsung. Total ada 579 unit bis dan 768 koridor pemberhentian yang akan dibangun.
Estimasi biaya pembangunan koridor dan stasiun BRT di angka Rp1,3 triliun, meliputi Jatinangor Sumedang, Soreang, Stasiun Tegalluar, Majalaya Kabupaten Bandung, Kota Baru Parahyangan, Stasiun Padalarang Kabupaten Bandung Barat dan Kota Bandung.
Sejumlah kantung parkir untuk kawasan Kota Bandung dalam BRT juga telah dirancang, dimana usulan area potensial parkir yakni Jl Sudirman, Mayapada Tower, Jl Balong Gede, Jl ABC, Asia-Afrika, Stasiun Bandung, Bandung Banceuy Center, ITC Kebon Kalapa dan Sanitation Agency Land.
Depo BRT Cekungan Bandung Rancanumpang Gedebage, Terminal Cicaheum, Kantor Dishub Kota Bandung Leuwipanjang (Kota Bandung). (*)