Iimplikasi pola berpikir kepemimpinan yang picik, patut diragukan nilai intelektualitasnya (kualitas dan profesionalisme), karena dampaknya cenderung ekslusif menolak keterbukaan, arogansi (memaksa) dan cenderung:
1. Mengecilkan makna akademisi (ilmuwan) dan mengutamakan skill, kontra teori para filsuf,
2. Pentingkan nama besar pribadi dan khusus utamakan proteksi keluarga serta kroni, bukan masa depan general (seluruh lapisan),
3. Pola berfikir terkunci subjektivitas dan anti kritik (mudah tersinggung), berkarakter megalomania (delusional) merasa paling hebat melebihi siapapun dan kerdilkan status para pakar (akademisi),
4. Berkarya semata gunakan naluri atau model tradisionil dan hanya merasa nyaman diantara yang sekarakter curang dan para penyanjung (hipokrit),
5. Kerdilkan makna hukum (otoritarian), sehingga berani untuk janji “ngasal” walau irasional.