Sebaliknya, pendekatan yang berorientasi pada pemidanaan atau pelatihan militer terhadap anak-anak justru berpotensi berisiko menimbulkan trauma, memperburuk kondisi sosial. Selain itu, mengirim atau mendidik anak ke Barak Militer juga mungkin bisa menciptakan stigma yang merugikan masa depan mereka. Sementara itu, menciptakan ruang yang aman, inklusif dan inspiratif memungkinkan anak-anak tumbuh dengan potensi terbaiknya tanpa merasa tersisih atau dikucilkan.
Perbedaan kebijakan antara DKI Jakarta dan Jawa Barat dalam menangani anak-anak bermasalah atau anak nakal ini menunjukkan bagaimana visi dan sensitivitas seorang kepala daerah dapat memengaruhi arah pembangunan generasi muda. Pendekatan represif yang mengedepankan ketertiban semu tanpa empati terhadap kondisi psikososial anak boleh jadi bisa mengabaikan hak-hak dasar mereka.