Tradisi ini, lanjut KPA Dani, adalah ruang pembelajaran budaya dan spiritual yang sangat berharga. Di tengah arus globalisasi, Adhang Tahun Dal mengingatkan generasi muda bahwa kebudayaan Jawa tidak hanya berupa pertunjukan, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur tentang syukur, kebersamaan dan pengabdian.
“Kami ingin generasi muda memahami bahwa setiap detail dalam prosesi ini memiliki makna. Api yang dinyalakan oleh Sampeyan Dalem melambangkan semangat hidup, dandhang pusaka mencerminkan keberlangsungan rejeki dan nasi yang dibagikan adalah wujud syukur serta kepedulian. Karaton ingin memastikan bahwa tradisi ini terus diwariskan agar jati diri bangsa tidak hilang ditelan zaman,” tambahnya.
Dengan berlangsungnya Hajad Dalem Adhang Tahun Dal 1959 ini, Karaton Surakarta kembali menegaskan dirinya sebagai pusat budaya Jawa. Tradisi yang hanya hadir sekali dalam delapan tahun ini menjadi bukti nyata bahwa warisan leluhur bukan sekadar benda pusaka, melainkan juga nilai hidup yang mengikat manusia dengan Sang Pencipta dan sesama.










