Oleh: Tundra Meliala (Ketua Umum Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI))
JAKARTA || Bedanews.com – SUDAH puluhan tahun, wartawan, dosen, hingga pegiat media sosial di Indonesia hidup dengan satu keyakinan sederhana: asal mencantumkan sumber, mengutip karya jurnalistik itu sah dan tak berbayar. Prinsip itu bahkan terasa seperti “hukum alam” di ruang redaksi dan ruang kuliah. Namun, wacana baru yang muncul dalam revisi Undang-Undang Hak Cipta membuat prinsip lama ini mulai bergeser: mengutip bisa saja berujung bayar royalti.
Rancangan revisi UU Hak Cipta yang tengah digodok Kementerian Hukum dan HAM memuat gagasan penting, bahwa karya jurnalistik diakui sebagai karya intelektual dengan nilai ekonomi. Artinya, berita, foto, video liputan, atau laporan investigasi tak hanya dihargai sebagai informasi publik, tetapi juga sebagai hasil kreasi profesional yang layak mendapat imbalan finansial bila digunakan ulang secara komersial.