Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
JAKARTA || Bedanews.com – Pertama-tama perlu ditegaskan dulu, bahwa kata berulang “Para-para” yang ada dalam awal Judul tulisan ini bukanlah salah ketik yang tidak disengaja, melainkan memang (sengaja) ditulis demikian. Mengapa begitu? Karena diksi berulang “para-para” diatas sudah bisa dikatakan menjadi ciri khas (atau bahkan bisa disebut “trade mark” dari si Fufufafa, saat diucapkannya pada Konferensi Besar (Konbes) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta, pada Jum’at (13/12/24) silam.
Disebut “trade mark” khas si Fufufafa karena memang kalau dilihat dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia, kata “Para-para” (diulang) tersebut tidak lazim digunakan untuk kata “para” yang sudah berarti jamak. Penjelasannya dalam bahasa Indonesia, kata ulang (reduplikasi) ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) hanya jika kata tersebut merupakan pengulangan kata dasar. Namun, kata “para-para” bukanlah bentuk kata ulang yang benar, karena “para” sudah berarti beberapa atau sekelompok orang. Contoh penggunaan yang benar adalah: “Para kepala daerah sedang retret di Akmil Magelang” atau “Kepala-kepala daerah sedang retret di Akmil Magelang”. Jadi penggunaan “para-para” adalah salah atau tidak sesuai dengan ejaan yang benar dalam bahasa Indonesia.