Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & politik Mujahid 212)
JAKARTA || Bedanews.com – (Ikhtisar, Jokowi sukses rusak mentalitas bangsa dan degradasi moral berkelanjutan?)
Hapuskan ancaman pidana menjadi ancaman perdata? dan tiadakan sisi perdata pola litigasi (gugat peradilan) terhadap para koruptor sama artinya pemerintah penguasa akan menggunakan sistim tukang tagih atau debt colector (sistim premanisme)”, cermin ambiguitas, melarang dan mengejar para tukang tagih namun ironis justru penguasa negara yang menggantikan praktiknya.
Walau debt collector masih memiliki celah justifikasi, karena hutang atau wanprestasi seseorang atau badan hukum selaku debitur sepatutnya ditagih oleh pihak lembaga keuangan/ perbankan dan lembaga keuangan non bank (LKBB) leasing, ventura, pegadaian, koperasi dll.
Apa dasar legalitas Presiden Prabowo, meniadakan sanksi pidana dengan mengutamakan faktor pemaaf (impunity) dan diam-diam agar tidak diketahui publik?” Dengan metode andai hasil korup yang ketahuan ditagih kemudian dikembalikan?
Alhasil implementasinya, bakal bakal pejabat publik atau ASN terlebih stakeholder korporasi, andai minim sisi keimanannya (teologis), sehingga acuh, tidak setia pada pancasila (tidak nasionalis) tentu akan berlomba-lomba lakukan korupsi namun preparing untuk pengembalian hasil korupsi, antisipasi jika ketahuan?
Serius, kerusakan mentalitas warisan era Jokowi utamanya disektor politik dan law enforcement, sepertinya akan berlanjut, ditandai jika dua faktor penting di negara ini terkait politik hukum (policy factors & law enforcement factors) semakin parah dan tidak menentu terlebih andai Yusril, selaku Menko Hukum dan HAM dan lembaga kontrol DPR RI choir/koor terhadap ide Presiden yang ingin menggunakan metode pemaaf bagi koruptor.
Bangsa ini tidak sulit membayangkan carut marut yang terjadi andai benar diskresi politik hukum ini dilaksanakan oleh sang Presiden RI. Dipastikan bakal menghilangkan Republik Indonesia sebagai negara hukum (rechstaat) kemudian disfungsi, kekuasaan menjadi kesewenang-wenangan penguasa belaka (machstaat)
Secara realitas dan logika hukum ini revolusi hukum regresif (bukan reformasi) atau sistim politik hukum yang konservatif namun transparan mundur kebelakang, termasuk deskripsi buruknya adab dan mentalitas kepemimpinan era Jokowi (bad leadership) *_sungguh berkelanjutan_*, sebab diskresi politik penegakan semakin kental tanpa asas legalitas, maka akan mengakibatkan banyak hukum yang dilanggar dalam praktek pelaksanannya oleh para aparatur. Sebab, bakal terjadi benturan terhadap asas hukum tentang transparansi dan keterbukaan informasi publik, karena tidak jelas tersangkanya; tidak jelas objek Korupsi; berapa besar korupsi tersangka/tertuduh sesungguhnya. Dan bagaimana menyangkut tuntutan atau kebalikannya yakni advokasi kepada TSK. Berapa prosentase nilai uang yang harus dikembalikan dan pengembalian hartanya, berapa anggaran investigasi aparatur penyelidik pemerintah (penyidik Polri dan atau KPK dan atau penyidik penuntut umum) untuk menemukan asset barang bergerak dan benda tidak bergerak atau tanah dan bangunan milik Para TSK. Lalu bagaimana andai harga asset sitaan terkena imbas fluktuasi nilai uang karena pengaruh ekonomi pasar.
Jelasnya sistem dengan “faktor pemaaf terlebih diam-diam,” tentu tidak akan lama berjalan dikarenakan tidak berkepastian hukum dan selebihnya hasilnya tidak akan berkeadilan, terlebih pelaku korupsi diketahui baru saat dirinya pensiun atau mengundurkan diri dan hartanya sudah habis dibagikan atau disalurkan dipindahtangankan, dari jumlah korupsi triliunan, tersisa hanya rumah tinggal yang puluhan juta? Maka kategori subjek koruptor tinggal “tulang dan kentut” dipenjara atau justru dibebaskan?
Lalu andai hukuman hanya berlaku bagi yang tidak sanggup mengembalikan uang negara ini *_sama dengan penguasa negara halalkan jual beli hukum_* berikut mengesahkan teori atau konsep ewuh-pakewuh. Maka boleh pada kesempatan ini dicolek sedikit naga-naganya *_PERLAWANAN HAK ASASI MANUSIA RAKYAT BANTEN VERSUS KORPORASI PIK 2 BAKAL DIMENANGKAN OLEH PIHAK PENGEMBANG._*
Selanjutnya tentu implikasi hukumnya, akan berhubungan dengan banyaknya perubahan sistem hukum dari mulai amandemen UUD 45 sampai dengan perubahan KUHAP, KUHP, UU KPK, UU TIPIKOR, UU HAM, UU.l TPPU, UU Advokat, UU Kejaksaan RI, UU POLRI, UU Tentang Penyelenggara Negara Yang Bebas dari KKN sampai dengan dihapuskannya asas asas atau prinsip tentang pemerintahan/penyelenggaraan negara yang baik (Good Government), kemudian bisa kah mencabut TAP MPR RI Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa? Semua perubahan rule of law, ini, dikarenakan kausalitas dari perubahan sistem (penegakan) hukum.
*_Lalu apakah kelak sistim hukum yang melulu dengan pola persuasif (faktor maaf) yang dianut oleh pasal pidana akan berkembang secara regresif terhadap para pelaku delik pemerkosaan dan atau pembunuhan (moord) maka dibutuhkan daftar klasifikasi tarif hukum, agar para pelaku segala kriteria delik dapat bebas dari ancaman hukuman._*
Maka makna fungsi hukum sudah bukan keadilan lagi, tapi berapa punya banyak uang si pelaku delik, kemudian mayoritas bangsa ini akan berlomba untuk melakukan korupsi lalu gambling jika ketahuan pulangkan, jika tidak ketahuan aman. Dan dampak negatif lainnya dari sisi adab, adat dan moralitas bangsa akan rendah serta buah karya seseorang tidak memiliki nilai apapun.
Akankah puluhan undang-undang dijadikan simple (sederhana) karena banyaknya perubahan isi kitab hukum, *_kemudian semua sistim hukum bakal dibuat sederhana dijadikan satu buah kumpulan kitab yang disebut sebagai OMNIBUSLAW?_* Walau hasilnya kelak bakal overlapping dengan UUD. 1945 termasuk bertentangan bahkan menginjak-injak Pancasila harga mati. Tentunya problematika hukum ini hal yang nanti atau terserah urusan anak cucu!
Maka patut disimpulkan secara jujur, sungguh bahwasanya Jokowi telah berhasil mewariskan kaderisasi dan moral hazard kepada penerus (suksesi) kepemimpinannya dan berlanjut entah sampai kapan. Mungkin kata Maha Kitab yang dirujuk oleh para orang bijak, fenomena dan dinamika kehidupan sosial (global) bakal terus evolusi, seiring matahari terbit bergeser dari timur ke barat. Wallahu’alam, hanya Tuhan Yang Maha Tahu. ***